Date 03 April 2009 Berbicara tentang Gereja Perdana atau yang disebut dengan sebutan Gereja Orthodox, maka segera muncul pertanyaan: Gereja apakah itu dan aliran darimana ? Pertanyaan yang demikian ini muncul bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena keberadaan Gereja Orthodox ini, tidaklah dikenal dan tidak terlintas dalam pemikiran orang-orang Indonesia.
Kesulitan Gereja pada Masa Sekarang Daftar Tantangan Gereja pada Masa Kini i. Tantangan Eksternal 2. Tantangan Internal three. Tantangan Individualisme Cara Melakukan Transformasi Hati Kesulitan Gereja pada Masa Sekarang – Tantangan gereja masa kini. Saat ini kita telah hidup di zaman yang jauh berbeda dengan zaman ketika Alkitab diturunkan. Pertanyaan yang kerap muncul adalah apakan Alkitab tetap relavan? Jawabannya sudah pasti ya, sebab Alkitab memang ditulis agar bisa digunakan oleh umat manusia sebagai petunjuk hidup yang kekal dan abadi. Pastinya, apa yang ditulis di Alkitab relevan hingga masa kini. Namun mungkin kesulitannya adalah ada beberapa tantangan gereja yang kerap terjadi sehingga keyakinan-keyakinan dan nilai mereka dalam menjawab tantangan logis masa kini kerap tidak maksimal. Secara garis besar ada berbagai jenis tantangan dalam gereja di masa kini, mulai dari tantangan eksternal, internal, dan individualisme. Tapi mungkin tak banyak yang menyadarinya sehingga tidak tahu. Maka dari itu pada kesempatan ini kami ingin menjelaskan dan membagikan kumpulan daftar hal-hal yang menjadi tantangan gereja di masa sekarang. Anda bisa menyimak ulasan lengkapnya di bawah ini. Daftar Tantangan Gereja pada Masa Kini Berikut di bawah ini adalah sejumlah tantangan dalam gereja yang mungkin tidak kita sadari lengkap dengan cara mengatasinya. Simak ulasannya pada pembahasan di bawah. i. Tantangan Eksternal Zaman postmodern pada masa sekarang telah berperan banyak untuk menghidupkan moralitas baru dengan standar pribadi, seperti jalinan sesama dan poligami. Standar tersebut bahkan tampak menjadi agama baru menggantikan kekristenan. Hal ini bertentangan bersama rencana Tuhan di dalam penciptaan Manusia Kejadian two18. Banyak pula propaganda, isu radikalisme agama, seperti propaganda, maupun beragam gerakan yang dijalankan oleh sekelompok orang yang tega melakukan tindakan ekstrim. Hal ini seolah-olah menyudutkan tiap-tiap gereja. Ini juga menghidupkan tanda-tanda intoleransi dan fanatisme agama serta ekslusivisme yang terlalu berlebih di dalam jalinan sosial keagamaan di masyarakat. Saat ini, banyak pemuda–pemudi Kristen mudah terjerat pada kesesatan informasi, provokasi, dan berita palsu yang menjadi viral di sarana sosial. Sehingga mereka sanggup menjadi sasaran utama rekrutmen grup radikal yang mengembangkan jaringan, sebagai berikut Maraknya beragam ajaran sesat dan bidat yang memiliki aliran-aliran sesat, seperti Gnostik, Mormonisme, Christian Science, Saksi Yehova dan sebagainya. Hal ini bertentangan bersama peringatan Yesus pada murid-muridNya Matius 243-14; 1 Timotius oneiii; Roma 1617 Penganiayaan pada orang-orang Kristen dianggap sebagai antisosial dan penyebab kerusuhan. Seperti yang dikisahkan berkenaan penganaiyaan pada Stefanus martir Kristen dan sejumlah jemaat Yerusalem Kisah Para Rasul 754-83. Manusia yang tambah pintar dan hidup jadi seakan-akan tidak ulang perlu Tuhan. Hal ini bertentangan bersama tekad Allah Roma 1216 “tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”. Kehampaan hidup seringkali terjadi, meski diisi bersama beragam kecanggihan peradaban dunia. Contohnya adalah banyak gereja mencerminkan dunia bersama secara pragmatis menghalalkan segala cara. Hal berikut bertentangan bersama jemaat di Sardis udah menjaga reputasi mereka bersama langkah kompromi Wahyu threefour-half dozen. 2. Tantangan Internal Perpecahan gereja karena persoalan uang, beda penafsiran, perbedaan keperluan grup dan sebagainya 1 Korintus three 3. Perpecahan harus berjalan untuk menyaksikan siapakah yang tahan uji. Tetapi, jangan hingga kitalah yang menjadi sumber perpecahan itu. Kita harus ingat memang Yesus tidak berharap perpecahan Matius 1225. iii. Tantangan Individualisme Kadang manusia sangat sibuk dengan dunianya, contohnya adalah generasi milenial sering tergantung pada dunia maya. Sehingga gadget sudah menjadi berhala’ jenis baru. Terlihat berasal dari tiap-tiap jemaat jarang mempunyai printed bible karena Alkitabnya udah menjadi digital bible di HP atau Ipad. Bahkan lebih menyedihkan selama kebaktian berlangsung, mereka selamanya bermain sarana sosial, seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya. Inilah permulaan hedonisme dan materialisme yang sering dijalankan oleh orang Kristen Yakobus 41-56; 1 Yohanes 2 15-17. Tidak tersedia kasih persaudaraan yang pengaruhi kompetisi individu apalagi antar bangsa. Contohnya adalah perzinahan dan perceraian. Banyak yang tidak pikirkan pada sesama dan tidak berkomitmen untuk memprioritaskan Alkitab sebagai pedoman utama di dalam hidup mereka. Cara Melakukan Transformasi Hati Kita sebagai anak Tuhan harus jalankan transformasi hati yang cocok bersama pandangan John Stott yang berisi “The heart of man gangguan is the gangguan of the homo eye”. Caranya untuk jalankan transformasi hati, diantaranya Perlu kerelaan hati untuk ulang dibentuk oleh Tuhan walau prosesnya tidak mudah. Kita harus berdiam diri di hadapan Tuhan untuk berharap Tuhan mengubah hati kita. Meskipun kita sebagai gereja memiliki cacatnya, tetapi kita akan dibentuk ulang oleh Roh Kudus pada selagi kita berkunjung kepada Tuhan. Harus mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun Roma 1419. Memberitakan Injil kepada siapa saja yang belum percaya. Memberitakan Injl adalah sebuah keharusan dan kewajiban bagi orang percaya untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk kemegahan diri 1 Korintus 916 supaya kita sanggup tahu maksud dan rencana Tuhan Matius 28 19. Harus bersatu dan sehati sepikir bersama pelayan – pelayan yang lain one Korintus 1ten-17; i Korintus 3nine. Tetapi pergunakanlah karunia yang tersedia pada kita untuk membangun tubuh kristus. Untuk membangun jemaat, kita adalah tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalanya 1 Korintus 1227; Efesus 530; 2 Timotius 224. Gereja harus tidak dulu jenuh untuk konsisten mengingatkan jemaatnya di mana tiap-tiap manuasi harus berperilaku yang benar atas gadget, yaitu secara regular dan indah jikalau kita menghalau gadget dan berkomunikasi verbal bersama keluarga kita di rumah atau bersama sesama di area lain. Walaupun susah dan tantangan yang sering dihadapi, kita harus selamanya setia mobilisasi perintah-Nya bersama memiliki hati yang peka pada sesama dan memiliki jiwa yang tulus supaya siapa saja ingin bertobat dan diselamatkan lantas meraih keselamatan, yang merupakan anugerah Tuhan Yohanes iii16; 1 Timotius iiiv; 2 Petrus 3nine. Akhir Kata Demikian ulasan pembahasan tentang tantangan gereja pada masa kini. Mudah-mudahan kita bisa memahaminya sekaligus mengantisipasinya dalam kehidupan bergereja sehari-hari. Baca Pengertian Ajaran Kristen Appearance Sejarah Gereja Appearance Masuk Republic of indonesia Tanggung Jawab Suami ke Istri dalam Kristen
SemuaGereja mempunyai garis besar, ajaran dan prinsip yang tidak jauh berbeda, karena Gereja yang baik adalah gereja yang benar-benar mendasari kokohnya gereja dengan ajaran Alkitab yang akan menuntun kita ke jalan yang selalu dikasihi-Nya.
Perbedaan Antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan Pengarang Robert Simon Tanggal Pembuatan 20 Juni 2021 Tanggal Pembaruan 10 Juni 2023 Video Se-IMAN tapi TAK Se-AMIN? Perbedaan Kristen Katolik & Kristen Protestan yg wajib diketahui Isi Gereja Katolik vs Gereja Protestan Lebih lanjut tentang Gereja KatolikLebih lanjut tentang Gereja ProtestanApa perbedaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan? Perbedaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan dapat dilihat dari praktik dan kepercayaan masing-masing gereja. Baik Katolik maupun Protestan adalah agama yang memiliki pengikut atau pemeluk agama terbanyak di seluruh dunia. Keduanya percaya kepada Yesus dan kematian-Nya di kayu salib untuk dosa-dosa kita. Ada banyak perbedaan yang terjadi di sepanjang kedua agama yang membingungkan banyak orang tentang siapa yang mengatakan kebenaran. Pada akhirnya, Anda tidak bisa mengatakan yang satu ini mengatakan yang sebenarnya karena kedua agama memiliki keyakinan dan fakta yang kuat untuk mendukung keyakinan mereka. Kedua agama telah mencoba selama bertahun-tahun untuk menemukan kesamaan, tetapi keduanya memiliki keyakinan dan keyakinan yang kuat bahwa yang satu tidak dapat mengubah yang lanjut tentang Gereja KatolikGereja Katolik memiliki sejarah yang kaya dan penuh warna yang berlangsung selama beberapa dekade. Para rasul dan petobat Kristen telah melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk menyebarkan firman Tuhan dan dalam melakukannya, menyebarkan agama Katolik. Agama menyebar dengan cepat seperti api, dan kepercayaan utama mereka adalah bahwa gereja didirikan oleh Yesus Kristus. Gereja telah mengalami banyak pergumulan selama hari-hari awal Kekristenan dan karenanya berkurang selama pengesahan gereja oleh Kaisar Konstantin I. Gereja Katolik percaya bahwa hari Minggu adalah hari pertama ibadah, oleh karena itu, Minggu hingga hari ini dianggap sebagai hari pertama. dalam seminggu. Karena Kekristenan mula-mula diorganisir secara longgar, hal itu menghasilkan penafsiran yang berbeda tentang firman Tuhan. Gereja Katolik Our Lady of LimerickDalam hal otoritas, Gereja Katolik percaya pada firman Tuhan melalui Alkitab dan tradisinya. Mereka percaya bahwa banyak doktrin Gereja Katolik sama mengikatnya dengan doktrin firman Tuhan. Umat Katolik percaya pada api penyucian, berdoa kepada orang-orang kudus, memuja dan menyembah Maria, ibu Kristus. Meskipun hampir semua praktik itu tidak memiliki dasar yang signifikan di dalam Alkitab, umat Katolik percaya bahwa baik Alkitab maupun tradisi memainkan peran penting dalam keselamatan umat lanjut tentang Gereja ProtestanGereja Protestan dimulai pada akhir tahun 1500-an. Mereka sebenarnya adalah bagian dari Gereja Katolik ketika mereka memutuskan untuk berpisah dari gereja. Pemisahan tersebut disebabkan oleh perbedaan keyakinan dan tafsir. Mereka percaya bahwa gereja melakukan sesuatu yang salah dengan praktik dan ajaran mereka. Mereka memprotes perbuatan gereja dan percaya bahwa satu-satunya sumber hikmat adalah Alkitab dan bukan tradisi dan sejarah individu. Kelompok pemrotes ini membangun gereja mereka sendiri dan mengajar dengan cara yang mereka anggap benar dan jujur. Gereja Protestan Metodis Pertama di SeattleDalam hal otoritas, Protestan percaya bahwa hanya Alkitab yang memiliki otoritas atau yang mereka sebut "Sola Scriptura". Mereka percaya bahwa hanya firman Tuhan yang harus menjadi satu-satunya sumber iman kita, dan tradisi itu tidak penting. Mereka tidak menyembah Perawan Maria karena dia hanyalah ibu jasmani Kristus. Umat Protestan percaya bahwa ada kitab-kitab dalam Alkitab Katolik yang tidak diberkati oleh Tuhan menjadi firman-Nya oleh karena itu harus perbedaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan?• Baik Gereja Katolik maupun Gereja Protestan percaya pada firman Tuhan melalui Alkitab.• Perbedaan utama adalah Gereja Katolik percaya pada tradisi dan doktrin sedangkan Gereja Protestan tidak mempercayai itu. • Umat Katolik percaya pada api penyucian, berdoa kepada orang-orang kudus, dan menyembah Maria. Protestan tidak percaya pada itu dan bagi mereka Maria hanyalah ibu fisik Yesus.• Gereja Protestan juga percaya bahwa beberapa kitab dalam Alkitab Katolik tidak diberkati oleh Tuhan. Karenanya, buku-buku itu dihapus dari Alkitab Protestan.• Di Gereja Katolik, perempuan tidak bisa menjadi pendeta, tapi bisa menjadi biarawati. Di Gereja Protestan, wanita tidak diperbolehkan menjadi bagian dari klerus. Namun, mereka dapat mengajar dan bekerja di bidang lain.• Hari-hari suci bagi Gereja Katolik adalah Natal, Prapaskah, Paskah, Pentakosta, dan Hari Raya Orang Suci. Hari-hari suci Gereja Protestan adalah Natal dan Paskah.• Gereja Katolik percaya pada semua nabi yang ada di dalam kitab-kitab dari Kitab Suci. Gereja Protestan memiliki keyakinan yang sama. Namun, Gereja Protestan juga menganggap Muhammad sebagai nabi terjadi banyak diskusi panas antara kedua kelompok agama tersebut. Ada lebih banyak perbedaan yang bisa dikutip karena keduanya memperjuangkan apa yang mereka yakini benar dan benar. Intinya di sini adalah iman Anda. Terlepas dari kelompok agama mana Anda berafiliasi, semuanya bermuara pada keyakinan pribadi Anda. Apakah Anda percaya pada makhluk tertinggi atau orang nyata yang dikorbankan di kayu salib untuk keselamatan kita, iman Anda harus berdiri CourtesyGereja Katolik Our Lady of Limerick oleh Ian Poellet CC BY-SA 3. 0Gereja Protestan Metodis Pertama Seattle oleh Joe Mabel CC BY-SA 3. 0
Salahsatu pertanyaan yang cukup menarik untuk didiskusikan dalam hubungannya dengan sejarah Gereja Perdana adalah sejauh mana ada kesatuan atau perbedaan antara pandangan Petrus, Yakobus dan Paulus, serta sejauh mana pemikiran Paulus menentukan arah perkembangan Gereja di periode-periode selanjutnya. Kesatuan dan Perbedaan dalam Gereja
. The virtual church is a future church design that allows all human spiritual activities, such as worship, cell communities, prayer services, counseling, sacraments, evangelism, and so on, to enter soon a new era where the role of human beings is becoming increasingly insignificant and replaced with a touch of internet-based technology. The development of technology, with all its sophistication, has shifted the definition of the church. There is a characteristic of the true church, which is that 'koinonia' communion cannot be implemented virtually. This study aims to conduct a biblical study of the true meaning of digital ecclesiology to find whether the virtual church violates the rules of God's word or not. As well as looking for biblical patterns of spiritual life in building a virtual church. Using qualitative methods with a literature study approach through the source of books and literature as a research reference. The conclusion of this study is that the practice of virtual churches does not violate the rules of God's word; however, virtual churches need to build strong relationships between members koinonia/communion, as the early congregations did in Acts 242-47, becoming a pattern patron of building virtual churches in today's virtual adalah rancangan gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan dan sebagainya akan segera memasuki era baru, di mana peran manusia menjadi semakin tidak signifikan dan tergantikan dengan sentuhan teknologi berbasis internet. Perkembangan teknologi dengan segala kecanggihannya membuat definisi gereja mengalami pergeseran. Ada karakteristik gereja sejati, yaitu koinonia persekutuan yang tidak mampu diterapkan secara virtual. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian biblis makna eklesiologi digital yang sesungguhnya, untuk menemukan apakah gereja virtual menyalahi kaidah firman Tuhan atau tidak? Serta mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Menggunakan metodekualitatif dengan pendekatan studi pustaka, melalui sumber buku-buku dan literatur sebagai acuanpenelitian. Kesimpulan penelitian ini adalah praktik gereja virtual tidak menya-lahi kaidah firman Tuhan, namun demikian, gereja virtual perlu membangun relasi yang kuat antar-anggota koinonia/persekutuan, seperti yang dilakukan jemaatmula-mula dalamKisah Para Rasul242-47, menjadi sebuah pola patron membangun gereja virtual di era sekarang ini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 209 Submit October 07, 2022 Reviewed November 08, 2022 Accepted November 12, 2022 !Keywords Kata kunciearly congregational life’s patterns; ecclesiological doctrine; virtual church; doktrin eklesiologi; gereja virtual; pola hidup jemaat mula-mula !!!!DOI http//d 33991/ î˜î˜!Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual Jimmy Lizardo Sekolah Tinggi Teologi Rahmat Emmanuel Correspondence Abstract. The virtual church is a future church design that allows all human spiritual activities, such as worship, cell communities, prayer services, counseling, sacraments, evangelism, and so on, to enter soon a new era where the role of human beings is becoming increasingly insignificant and replaced with a touch of internet-based technology. The development of technology, with all its sophistica-tion, has shifted the definition of the church. There is a characteristic of the true church, which is that 'koinonia' communion cannot be implemented virtually. This study aims to conduct a biblical study of the true meaning of digital ecclesiology to find whether the virtual church violates the rules of God's word or not. As well as looking for biblical patterns of spiritual life in building a virtual church. Using qualitative methods with a literature study approach through the source of books and literature as a research reference. The conclusion of this study is that the practice of virtual churches does not violate the rules of God's word; however, virtual churches need to build strong relationships between members koinonia/communion, as the early congregations did in Acts 242-47, becoming a pattern patron of building virtual churches in today's era. Abstrak. Gereja virtual adalah rancangan gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan dan sebagainya akan segera memasuki era baru, dimana peran manusia menjadi semakin tidak signifikan dan tergantikan dengan sentuhan teknologi berbasis internet. Perkembangan teknologi dengan segala kecanggihannya membuat definisi gereja mengalami pergeseran. Ada karakteris-tik gereja sejati, yaitu koinonia persekutuan yang tidak mampu diterapkan secara virtual. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian biblis makna eklesiologi digital yang sesungguhnya, untuk menemukan apakah gereja virtual menyalahi kaidah firman Tuhan atau tidak? Serta mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, melalui sumber buku-buku dan literatur sebagai acuan penelitian. Kesimpulan penelitian ini adalah praktik gereja virtual tidak menya-lahi kaidah firman Tuhan, namun demikian, gereja virtual perlu membangun relasi yang kuat antar-anggota koinonia/persekutuan, seperti yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 242-47, menjadi sebuah pola patron membangun gereja virtual di era sekarang ini. Pendahuluan Era sekarang adalah era virtual dimana hampir setiap bidang kehidupan terhubung dengan internet. Semua kalangan mengakui bahwa kehidupan manusia mulai bangun di pagi hari dan sampai kembali tidur di malam hari selalu terhubung dengan internet. Yang lebih fenomenal lagi tatkala topik virtual berimbas pengaruhnya sampai ke gereja. Dr. Joshua M. Sinaga dalam tulisannya memberi pernyataan bahwa kata virtual dapat berarti seperti atau seolah-olah itu Vol 6, No 2, November 2022 209-221 e-ISSN 2579-9932 p-ISSN 2614-7203 J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 210 nyata. Kata virtual bermakna maya, bisa juga disebut bayangan atau seolah-olah nyata, dan merupakan simulasi dari bentuk nyata. Bila dibandingkan dengan fatamorgana, maka terdapat perbedaan mendasar karena virtual tidak berarti palsu pada tingkat output hasil.Jadi berbicara mengenai teknologi virtual adalah interaksi yang melekat dalam dunia platform media sosial, karena virtual adalah media visual yang menyenangkan dan telah menyentuh hampir setiap aspek kehidupan masyarakat saat menakjubkan lagi, platform media telah mensosialisasikan kehidupan manusia pada level virtual tanpa memerlukan interaksi fisik sehingga memungkinkan setiap orang yang memiliki koneksi internet, berpotensi terhubung dengan semua orang di seluruh belahan dunia ini. Jadi jelas terlihat bahwa platform media sosial di era sekarang telah mengubah kehidupan banyak orang yaitu membuat semua orang menjadi dekat. Hal seperti ini belum pernah terjadi dalam beberapa dekade sebelumnya. Kini jarak bukan lagi penghalang utama bagi manusia untuk bersosialisasi, dengan kata lain, semua batasan yang pernah ada sebelum-nya dan merupakan kendala bagi manusia dalam bersosialisasi, kini hampir hilang karena platform media sosial telah menjembatani semua pihak. Dengan perkembangan teknologi yang semakin melejit saat ini, mengakibatkan terjadi percepatan penggunaan teknologi di semua sektor, terlebih ketika dunia baru-baru ini menghadapi wabah pandemi Covid-19. Dalam beribadah di era pandemi, gereja diperkenalkan dengan istilah ibadah virtual atau ibadah online, dimana kegiatan peribadatan gereja secara onsite diberhentikan atau dilarang karena adanya peraturan social distancing oleh pemerintah. Hal ini membuat para pendeta dan teolog mulai berpikir bahwa praktik ibadah virtual berjamaah yang terbentuk selama era pandemi covid-19 sangat memungkinkan akan menggantikan praktik ibadah onsite yang telah dilakukan di gereja selama ratusan tahun. Pada akhirnya beberapa pertanyaan muncul, Apakah fenomena ini akan disebut gereja virtual? Apakah gereja virtual Alkitabiah? Apakah gereja virtual akan menjadi gereja masa depan? Bagaimana cara membangun gereja virtual? Mampukah gereja virtual dilakukan tanpa kehilangan esensi dari gereja sejati? Gereja Virtual adalah desain gereja masa depan yang memungkinkan semua aktivitas rohani manusia seperti ibadah, komunitas sel, pelayanan doa, konseling, sakramen, penginjilan, dan sebagainya akan segera memasuki era baru, dimana peran manusia menjadi semakin tidak diperlukan dan digantikan oleh teknologi berbasis internet. Ini adalah awal dari era ketika gereja suatu hari kelak akan memiliki pendeta virtual yang lebih gesit dan cerdas. Ini adalah kemungkinan yang bisa terjadi. Bila fenomena gereja virtual menjadi kenyataan, maka tidak dipungkiri lagi bahwa akan terjadi pergeseran makna terhadap hakikat gereja yang sebenarnya, karena ada karakteristik gereja sejati yaitu ‘koinonia’ persekutuan yang hanya bisa dilakukan dalam perhimpunan onsite, dan tidak bisa diterapkan secara virtual. Yang penulis maksud dengan koinonia di sini, adalah sebuah relasi antar-anggota dengan rasa solidaritas yang tinggi, saling merangkul, menguatkan, membagi hidup, serta adanya hubungan persaudaraan. Implementasi pola kehidupan jemaat mula-mula dalam merupakan solusi bagi gereja dalam membangun gereja virtual agar tetap bertumbuh kearah kepenuhan Kristus. Karena cara hidup jemaat mula-mula yang dikisahkan dalam perikop tersebut telah menghasil-Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 30 September 2022 Ibid. EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 211 kan pertumbuhan gereja yang pesat pada masa itu, yang mana secara prinsip pola kehidupan rohani tersebut dapat diterapkan di segala masa, termasuk di masa kini. Pola hidup jemaat mula-mula yang dapat diterapkan oleh para pemimpin gereja masa kini dalam membangun Gereja Virtual, antara lain membangun dasar keimanan yang kokoh, menjalin relasi dalam keragaman, mempertahankan identitas kristiani, serta membangun hospitalitas antar sesama. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi pustaka menggunakan sumber buku-buku dan literatur sebagai acuan untuk melakukan kajian biblis makna ekklesiologi yang sesungguhnya; menemukan praktik gereja virtual sesuai firman Tuhan; dan mencari pola kehidupan rohani yang Alkitabiah dalam membangun gereja virtual. Pembahasan Gereja Virtual Sebuah Kajian Eklesiologi Digital Digital Ecclesiology Menghadapi kemajuan teknologi yang terus berkembang dengan segala kecanggihannya mengakibatkan terjadi perubahan besar di segala sektor kehidupan manusia. Sektor gerejawi salah satu sektor yang terkena dampaknya, yaitu munculnya fenomena gereja virtual yang membuat praktek ritual keimanan orang Kristen pun mengalami perubahan dari biasanya. Penelitian ini akan memberi beberapa ulasan mengenai virtual dan gereja virtual. Secara umum, pengertian Virtual adalah sesuatu yang tak nyata maya dan dapat dimanipulasikan. Rekayasa yang dilakukan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan menyederhanakan kinerja pengembangan teknologi sistem Joshua M. Sinaga dalam tulisannya mengatakan bahwa virtual dapat bermakna seperti atau seolah-olah secara nyata. Kata virtual bermakna maya atau seolah-olah nyata. Itu adalah keadaan simulasi dari bentuk nyata. Ada perbedaan mendasar dengan fatamorgana karena virtual bukan berarti palsu pada tataran output hasil. Teknologi virtual merupakan dinamika pasti dari dunia platform media sosial. Virtual adalah media yang dapat dirasakan dan dinikmati secara visual dan telah menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat dewasa pengertian di atas, Sinaga kemudian melanjutkan dengan memberi definisi mengenai gereja virtual. Menurutnya, Gereja Virtual adalah gereja yang seolah-olah nyata, tetapi sesung-guhnya tidak. Di dalamnya ada persekutuan yang bersifat maya, walaupun output, tetap merupakan suatu fakta. Artinya, gereja virtual memungkinkan adanya kehidupan persekutuan tanpa harus lagi direpotkan dengan tempat atau virtual memungkinkan para pendeta melaksanakan fungsi pastoralia melalui kantornya. Pendeta tidak lagi harus mengendarai mobilnya dan menuju rumah jemaat untuk melakukan perkunjungan sebab ia dapat hadir secara “nyata†melalui hologram. Jemaat pun tidak lagi harus direpotkan setiap minggu pagi untuk berkumpul dalam ibadah raya minggu pagi di gedung gereja. Ia cukup menyediakan waktu untuk duduk tenang disalah satu ruangan rumahnya dan mendengarkan pendetanya berkhotbah secara virtual. Apa itu Virtual? Pengertian, Contoh dan Fungsinya, publish 11 April 2020, diakses 03 Oktober 2022. Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 30 September 2022. Ibid. Ibid. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 212 Topik “eklesiologi†adalah topik yang menarik untuk dikaji karena merupakan doktrin penting dalam kekristenan. Istilah ekklesia sendiri pada awalnya merupakan suatu istilah umum yang digunakan dalam kehidupan manusia jauh sebelum gereja lahir. Salah satu contoh yaitu pada masa seorang ahli filsafat bernama Pythagoras,kata “ekklesia†á¼ÎºÎºÎ»Îσια memiliki arti yang berhubungan dengan kelompok kepercayaan, namun istilah ini sudah dikenal oleh masyarakat umum dari kalangan Yunani dan Romawi, untuk merujuk suatu pertemuan sah, atau disebut badan istilah eklesiologi diambil dari dua kata Yunani, yaitu ekklesia á¼ÎºÎºÎ»Îσια artinya gereja, dan logos λογος artinya perka-taan, pengetahuan atau logika, jadi dapat disimpulkan bahwa “eklesiologi†memiliki arti ilmu yang mempelajari atau membicarakan mengenai gereja. Dari pengertian inilah makna gereja berkembang yang awalnya bersifat umum, kemudian menjadi bersifat khusus dan akhirnya menunjuk kepada gereja. Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kata gereja pada akhirnya menggunakan istilah ekklesia bahasa Gerika, yang oleh rasul Petrus dalam 1 Petrus 29, didefinisikan sebagai orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terangNya ajaib untuk memberitakan perbuatan-perbuatanNya yang besar. Sejalan dengan perkataan Tuhan Yesus kepada Petrus dalam Matius 1618b “…Aku akan membangun JemaatKu ekklesia-Ku dan pintu gerbang alam maut NKJV The gates of hadesh tidak akan Beberapa istilah gereja yang digunakan antara lain ekklesia dalam bahasa Yunani berarti gereja yang merupakan perserikatan atau kumpulan, qahal dalam bahasa Ibrani berarti perkumpulan, ekkaleo kata kerja berarti dipanggil keluar untuk membawa Gereja digunakan untuk mencitrakan sifat-sifat dari gereja jemaat tersebut, yaitu gereja universal, gereja lokal, dan gereja sebagai sebuah perhimpunan/perkumpulan. Gereja Universal ialah semua orang percaya yang mempunyai relasi secara pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus. Hal ini menggambarkan bahwa semua umat yang percaya yang mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat merupakan bagian dari gereja secara universal tersebut, dengan demikian tidak terdapat perbedaan di antara setiap anggota gereja sebab Kristus Yesus telah menyatukan seluruh orang-orang percaya tersebut. Gambaran dalam Alkitab mengenai gereja universal terdapat dalam 1 Korintus 1213-14 dengan penekanan bah-wa semua orang percaya adalah satu tubuh. Selanjutnya Gereja Lokal ialah perkumpulan/ him-punan orang-orang yang bertemu pada suatu tempat/lokasi secara khusus. Gereja lokal menjadi bagian gereja universal. Di dalam perjanjian baru, gereja lokal adalah jemaat-jemaat pada setiap kota atau tempat di zaman perjanjian baru. Bisa dilihat dari beberapa tulisan yang ditulis rasul Paulus dalam perjanjian baru merupakan tulisan atau surat kiriman yang ditujukan kepada beberapa jemaat lokal, misalnya jemaat yang berada di kota Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika, Berea, Tiatira, dll. Sedangkan Gereja sebagai sebuah perhimpunan/perkumpulan, memiliki arti bahwa gereja merupakan perhimpunan dari pribadi-pribadi untuk mencapai suatu tujuan, contoh dalam 1 Korintus 1118. lih. https/// diundu pada hari Minggu, 1 Nopember 2020, Pkl. WIB.. Dikutip dari buku karangan Demsy Jura, Pendidikan Sivilitas Kristen UKI Press, 2021, 14 Kalis Stevanus, “Mengimplementasikan Pelayanan Yesus dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 1, No. 2, 2018, 285-286 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 213 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penekanan utama ekklesia bukanlah tempat, gedung atau balai pertemuan melainkan kumpulan orang atau komunitas jemaat. Sehingga secara teologis, gereja dapat diartikan suatu kelompok atau komunitas orang percaya yang dipanggil dalam Yesus mendirikan sebuah gereja atau jemaat, orang percaya pergi memberitakan Injil dan memuridkan. Hal ini oleh kalangan orang Kristen sering menyebutnya sebagai Amanat Agung Matius 2818-20. Inilah yang membuat gereja mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pola Kehidupan Jemaat Mula-Mula Kis. 242-47 Jemaat mula-mula di Yerusalem merupakan cikal bakal terbentuknya gereja pasca khotbah Petrus yang mempertobatkan ribuan petobat dari jumlah 120 orang percaya yang berkumpul di loteng Yerusalem, kemudian ditambah 3000 orang yang bertobat dalam khotbah pentakosta Petrus Kis. 241. Zaluchu menyatakan bahwa peristiwa turunnya roh Kudus di loteng Yerusalem menjadikan rasul-rasul sebagai orang-orang yang militan dan berani memberitakan ajaran Yesus Kristus dari Nazareth yang telah dihukum mati secara kontroversial tetapi pada hari yang ketiga bangkit dan kemudian naik ke Sorga. Peristiwa ini yang membuat Yerusalem gempar sehingga banyak orang yang bertobat menjadi percaya kepada Yesus. Pada waktu itu, Yerusalem justru sedang dipenuhi oleh orang dan penganut Yahudi yang datang dari berbagai wilayah Kekaisaran saat itu menjadi sebuah kelompok baru yang hadir dalam masyarakat dan kemudian menjadi sebuah kegerakan besar yang berkembang luas dan semakin disukai orang banyak. Lukas sebagai penulis Kisah Para Rasul memberi gambaran bahwa tiap-tiap hari banyak orang yang menjadi percaya dan bertobat sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Inilah cikal bakal gereja di Yerusalem. Sejalan dengan pandangan Carson dan Douglas yang menyimpulkan bahwa kitab yang ditulis Lukas tersebut penuh dengan banyak peristiwa yang menandai lahirnya gereja sebagai hasil dari perbuatan Roh Kudus melalui pelayanan para Rasul di dalam menaati perintah memberitakan Injil dimulai dari Yerusalem, kemudian Yudea dan Samaria, hingga ke ujung narasi tentang kehidupan jemaat mula-mula di bagian awal Kisah Para Rasul menjadi pengantar dari seluruh makna dan isi kitab itu sendiri. Penjelasan Lukas diawali dengan turunnya Roh Kudus,dan mulai aktifnya kuasa di dalam pelayanan para rasul. Lukas bermaksud menjelaskan bahwa gereja lahir sebagai dampak khotbah Petrus yang dimaknai sebagai penginjilan mula-mula dan realitas kehadiran kuasa Roh Kudus di hari Pentakosta..Sejak itu, gereja mengalami pertumbuhan yang luar biasa hingga berita Injil sampai ke wilayah-wilayah bangsa-bangsa non-Yahudi yang didiami oleh orang-orang asing. Mereka ikut disela-Paul Enns, The Moody HandBook Of The Theology, BukuPegangan Teologi Malang Literatur SAAT, 2003, 432 Sonny Eli Zaluchu, Eksegesis Kisah Para Rasul 242-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem, Jurnal Epigraphe Volume 2, Nomor 2, November 2018 , 72 Bruce Wilkinson and Kenneth Boa, Talk Thru the Bible, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2017, 435. Carson and Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament, 1st ed. MalangGandum Mas, 2016, 323. Harls Evan R. Siahaan, Karakteristik Pentakostalisme Menurut Kisah Para Rasul, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1 2017 12–28, journal/ diakses tanggal 22 Maret 2021 Yushak Soesilo, Pentakostalisme Dan Aksi Sosial Analisis Struktural Kisah Para Rasul 241-47, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 April 23, 2018 136, DOI diakses tanggal 22 Maret 2021 J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 214 matkan oleh kehadiran Paulus, yang bertobat dari seorang penganiaya pengikut Kristus dan sosok penghancur gereja, diubah menjadi pelaku utama lahirnya gereja dan perintisannya di luar Yerusalem, di Antiokhia dan melebar di seluruh kota-kota Asia menarik di sini adalah bagaimana Lukas memberi gambaran mengenai cara hidup jemaat mula-mula sebagai komunitas orang Kristen pertama di Yerusalem. Cara hidup inilah akhirnya menjadi sebuah pola dalam gerakan awal Kekristenan. Pola hidup jemaat mula-mula diuraikan dalam Kisah Para Rasul 242-47, sebagai berikut Pertama, Jemaat mula-mula memiliki rasa haus dan lapar akan Firman, sehingga mereka menundukkan diri dibawah kepemimpinan para rasul, dan secara konsisten hidup di dalam pengajaran rasuli. Yang dimaksud pengajaran rasul-rasul adalah pengajaran Tuhan Yesus yang telah mereka dengar dan terima selama hidup bersama-sama dengan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul 222-36, pengajaran rasul-rasul berarti pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, serta makna keselamatan bagi manusia. Ini adalah dampak peker-jaan Roh Kudus yang telah mengubahkan hidup jemaat mula-mula, mereka tekun dan sung-guh-sungguh menempatkan diri di dalam pengajaran rasul-rasul untuk dimuridkan. Lukas menyebutnya dengan istilah Bertekun Dalam Pengajaran Rasul-Rasul. Kedua, Jemaat mula-mula secara konsisten hidup dalam Persekutuan atau koinonia, dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan serta persamaan di dalam persekutuan yaitu hubungan yang tanpa sekat. Mereka adalah orang-orang percaya baru yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda tetapi dipersatukan oleh Kristus. Jadi, selain bertekun dalam pengajaran rasul, jemaat mula-mula juga bertekun dalam Persekutuan yaitu secara bersama-sama berkumpul menghadap hadirat Tuhan, beribadah, menyanyi dan berdoa bersama, serta melakukan pelayanan pengua-tan iman kepada orang yang lemah. Persekutuan telah membuat jemaat mula-mula saling melayani dan peduli serta saling menerima tanpa membeda-bedakan. Lukas menyebutnya dengan istilah Bertekun Dalam Persekutuan. Ketiga, Jemaat mula-mula selalu hidup bersatu dalam segala keadaan. Hal ini terjadi karena persekutuan di antara mereka telah menjadi kuat dan telah terbangun dengan baik sehingga membuat mereka menjadi satu kesatuan komunitas yang tidak terpisahkan. Lukas menyebutnya dengan istilah Hidup Bersatu. Keempat, Jemaat mula-mula memupuk sikap saling peduli di antara sesama anggota jemaat. Sikap ini telah membangkitkan rasa peduli yang tinggi hingga pada tingkat kebutuhan jasmani material. Mereka saling peduli soal kebutuhan fisik, bila ada yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan, mereka mengadakannya secara bersama-sama melalui apa yang mereka miliki dan menganggap sebagai harta milik bersama. Lukas menyebutnya dengan istilah saling peduli. Kelima, Jemaat mula-mula secara konsisten tekun beribadah di Bait Allah. Pada masa itu, sebagian besar jemaat mula-mula adalah orang Yahudi, dan untuk melakukan ritual keagamaan seperti beribadah dan berdoa, mereka hanya melakukannya di dalam Bait Allah. Setiap hari mereka tekun datang ke Bait Allah untuk berdoa dan beribadah. Dan setiap kali mereka selesai berdoa mereka selalu menerima hasil doa, bahkan seringkali Allah langsung bergerak menyatakan kuasaNya saat mereka sedang berdoa Kis. 424-31; 121-19. Dimulai dari 120 orang yang berdoa dan jemaat berkembang pesat karena peran doa. Inilah yang membuat jemaat mula-mula berkembang pesat. Keenam, Jemaat mula-mula mengadakan Eckhard J. Schnabel, Paulus Sang Misionaris - Perjalanan, Strategi Dan Metode Misi Rasul Paulus, 1st ed. Yogyakarta Andi Offset, 2010, 29–33 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 215 pertemuan dari rumah ke rumah secara bergiliran dan mereka memecahkan roti pada setiap pertemuan tersebut. Roti merupakan makanan utama masyarakat Yahudi waktu itu. Memecahkan roti dalam bahasa Yunani adalah klasei tou artou, yang artinya makan memecahkan roti di sini mengandung pengertian yaitu makan bersama. Mereka melakukan semua kegiatan itu dengan gembira dan tulus hati tanpa ada motivasi apapun. Lukas dengan sangat baik menggambarkan suasana gereja mula-mula, penuh sukacita dan kemurnian hati. Ketujuh, jemaat mula-mula senang memuji Tuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan persekutuan, berbagi kepada sesama dan memecahkan roti bersama, dilakukan jemaat Kristen mula-mula dengan motivasi untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Hal yang luar biasa ada-lah pada bagian akhir Kisah Para Rasul 247, dimana jemaat mula-mula disukai orang banyak. Kehidupan rohani jemaat mula-mula memberi dampak positif dan disambut baik oleh penduduk Yerusalem yang saat itu mayoritas menganut agama Yahudi. Dengan demikian, secara otomatis gereja mula-mula semakin bertambah secara kuantitas dengan orang-orang percaya baru dan berkembang semakin pesat. Dengan memperhatikan pola kehidupan di atas, dapatlah dikatakan bahwa jemaat mula-mula memiliki relasi koinonia persekutuan yang kuat antar sesama anggota. Tidaklah mengherankan bila jemaat mula-mula merupakan prototipe gereja, serta menjadi patron aktual bagi gereja masa Relasi antar-Anggota dengan Pola Hidup Jemaat Perdana melalui Gereja Virtual Gereja Virtual menjadi populer di era pandemi covid-19, dimana kegiatan gereja dan pelayanan yang terkait harus dinonaktifkan oleh karena alasan merebaknya pandemi Covid-19. Wabah yang mempengaruhi segala sektor termasuk sosial memaksa harus menghentikan segala bentuk pertemuan yang melibatkan orang banyak dalam jumlah besar dalam satu tempat. Ini adalah protokol kesehatan terkait ekses pandemi Covid-19, yang dikenal dengan sebutan social distancing. Akibatnya, gereja pun seolah berhenti beribadah. Sekalipun pada awalnya terda-pat kontradiksi dan dinamika pro-kontra terkait dengan larangan beribadah di gereja-gereja, namun lambat laun semua pihak pun menyadari esensi dari protokol tersebut. Gereja mulai mengubah pola ibadahnya, antara lain memindahkan ibadah bersama di gereja menjadi ibadah di rumah dengan menggunakan teknologi media live streaming. Susanto Dwiraharjo menyebutnya dengan istilah gereja digital. Sedangkan Joshua M. Sinaga menyebutnya sebagai gereja virtual. Gereja virtual melakukan kegiatan virtual dengan menggunakan platform teknologi internet, antara lain ibadah virtual, komunitas sel virtual, doa virtual, konseling virtual, dan sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk pelayanan gereja virtual bisa kita temukan dengan mudahnya seperti ibadah online atau ibadah life streaming, doa online melalui aplikasi zoom atau google meet, konseling online melalui aplikasi Whatsapp, serta berbagai seminar online yang telah menjadi trend masa kini. Tidak ada pilihan lain, ibadah Daniel Sutoyo, Suatu Eksegesis Kisah Para Rasul-Seri I Surakarta STT Intheos, 2010, 54 Daniel Sutoyo, Gaya Hidup Gereja Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 242-47 Bagi Gereja Masa Kini Jurnal Antusias, 2014. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, no. 1 May, 2020, Accessed July 25 Pdt. Dr. Joshua M. Sinaga, Gereja Virtual diambil dari Internet diakses tanggal 15 Desember, 2020. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 216 online merupakan salah satu bentuk ibadah yang memungkinkan pada era pandemi Covid-19 sebagai solusi bagi penerapan social distancing dan physical distancing. Oleh karenanya, Dominggus menyatakan bahwa ibadah online memiliki fungsi dan tujuan yang sama seperti ibadah onsite, yaitu sebagai sarana bagi manusia untuk bersekutu dan berkomunikasi dengan menulis bahwa ibadah online bukanlah merupakan pilihan melainkan dipahami bahwa ibadah Kristen bukanlah ibadah kaku yang tidak bisa disesuaikan dengan keadaan, karena ibadah Kristen berpusat pada umat-Nya datang kepada Allah sebagai tanggapan atas keselamatan, proklamasi Injil, dan ketaatan akan firman Allah. Oleh karena itu, melihat pembahasan mengenai definisi-definisi gereja di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kebaktian Kristen yang diadakan secara online merupakan ibadah yang tidak menyalahi kaidah firman Tuhan, karena ibadah virtual tidak menunjuk pada bangunan fisik atau tempat gedung yang disucikan atau denominasi, melainkan kumpulan orang-orang percaya yang dipanggil keluar untuk mengerjakan keputusan Allah atas dunia 1Pet. 25-9. Fenomena ini membuat para pendeta dan teolog mulai berpikir bahwa praktik ibadah virtual berjamaah yang terbentuk selama era pandemi covid-19 sangat memungkinkan akan menggantikan praktik ibadah onsite yang telah dilakukan di gereja selama ratusan tahun. Pada akhirnya beberapa pertanyaan muncul, Apakah fenomena ini akan disebut gereja virtual? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah gereja virtual akan menjadi gereja masa depan? Bagaimana cara membangun gereja virtual? Berdasarkan definisi gereja virtual di atas, mampukah gereja virtual dilakukan tanpa kehilangan esensi dari gereja sejati? Dalam sorotan penulis mengenai gereja virtual, ada karakteristik khusus gereja sejati, yaitu ‘koinonia’ persekutuan, yang seharusnya ada dan mutlak, namun tidak bisa dilaksanakan secara online atau virtual. Koinonia dalam Kamus Theologia, diambil dari kata Yunani berarti menurut John Reumann, akar kata koinonia adalah koinon, yang berarti “bersama†common.Reumann melanjutkan, koinonia adalah kata benda yang umum-nya diartikan sebagai persekutuan, namun tidak hanya sekedar persekutuan, melainkan juga ada arti partisipasi, dan bahkan asosiasi. Koinonia gereja mengandung nilai demikian dapatlah dikatakan bahwa karakteristik koinonia itu dapat dimaknai sebagai sebuah relasi antar-anggota dengan rasa solidaritas yang tinggi, saling merangkul, menguat-kan, membagi hidup, serta adanya hubungan persaudaraan. Dalam Perjanjian Baru, istilah koinônia dimaknai dalam beberapa hal, antara lain berbagi dalam penderitaan Kristus Fil 310, membantu orang yang membutuhkan Rm 1525-26, keikutsertaan dalam Ekaristi 1Kor Dicky Dominggus, Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2, SANCTUM DOMINE, 2020. Akses 02 Okt 2022. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, no. 1 May, 2020, Accessed July 25, 2020. R. Soedarmo, Kamus Istilah Theologia, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003, John Reumann, “Koinonia in Scripture Survey of Biblical Text,†in On the Way to Fuller Koinonia Official Report of the Fifth World Conference on Faith and Order, ed. Thomas F. Best and Gunther Gassmann Geneva WCC Publication, 1994, 38. Dikutip dari Bayu Kaesarea Ginting, Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologi, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022. Ibid. Bayu Kaesarea Ginting, Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologi, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 217 1016, persekutuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus 2Kor 1313, dan juga untuk menyebut orang-orang beriman yang ikut serta dalam kehidupan Allah 2Ptr 13-4. Dari penjelasan-penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa koinonia persekutuan merupakan perhimpunan atau persekutuan orang-orang percaya dengan Tuhan dan sesama, dengan berlandaskan kasih Allah, persaudaraan, solidaritas, dan saling berbelarasa. Inilah yang saya maksud dengan mengatakan bahwa ibadah online belum mampu melaksanakan fungsi dan peran koinonia persekutuan secara virtual, karena persekutuan virtual itu bersifat maya, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan sentuhan kemanusiaan. Maksudnya, kebutuhan sentuhan kemanusiaan tidak dapat dihilangkan begitu saja. Umat atau jemaat terlebih yang sedang dalam masalah dan penderitaan membutuhkan sapaan dan sentuhan kemanusiaan dari pemimpin dan sesama umat lainnya, yaitu hadir di antara mereka dalam lawatan disertai doa dan kata-kata verbal yang menguatkan. Perhimpunan secara langsung yaitu pertemuan fisik masih diperlukan bahkan merupakan kebutuhan manusia di era dunia digital ini. Kehausan manusia akan perhatian dan kasih sayang tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi, karena cinta kasih itu bernilai kekekalan. Daniel Ronda dalam tulisannya menyatakan bahwa perkembangan teknologi dapat menyebabkan manusia hidup dalam “relasi dalam ketersendirianâ€. Artinya manusia berelasi dan berinteraksi dengan orang lain melalui media digital, tetapi hidup dalam karenanya untuk membangun gereja virtual yang alkitabiah, dibutuhkan sebuah pola kehidupan rohani sebagai fondasi yang kokoh dalam menjalankan ritual keimanan. Makarawung mengakui gereja-gereja dewasa ini memiliki masalah dengan pola hidup jemaat-nya. Dalam pengamatannya, eksistensi gereja yang berkembang dewasa ini memiliki pola pattern yang berbeda dengan tipikal jemaat mula-mula dalam kisah para rasul. Oleh sebab itu penting untuk melakukan review atas kehidupan kekristenan yang semakin agamawi dan perlu dibawa kembali ke gaya hidup waktu kekristenan itu muncul pertama kali di dimaksud Makarawung di sini adalah jemaat mula-mula. Pola kehidupan gereja mula-mula di Yerusalem telah menjadi sebuah pola gerakan Kristen mula-mula, yang juga telah memberikan ciri dasar bagi kehidupan gereja hingga dewasa ini. Hal inilah yang membuat penulis mengambil pola hidup jemaat mula-mula sebagai patron dalam membangun koinonia gereja virtual. Ada beberapa pola kehidupan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 242-47 yang dapat menjadi model atau pola kehidupan rohani dan sosial dalam membangun Gereja Virtual masa kini, yaitu Membangun Dasar Keimanan Yang Kokoh Firman Tuhan merupakan dasar bagi orang Kristen memiliki iman yang kokoh. Salah satu-nya adalah tekun dan berakar dalam pengajaran Firman Tuhan, seperti yang dilakukan jemaat mula-mula, mereka menundukkan diri dan mengikuti secara konsisten semua firman yang diajarkan rasul-rasul di Yerusalem. Yang dimaksud pengajaran rasul-rasul adalah pengajaran Tuhan Yesus yang telah mereka dengar dan terima selama hidup bersama-sama dengan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul 222-36, pengajaran rasul-rasul berarti pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, serta makna keselamatan bagi manusia. Daniel Ronda, “Kepemimpinan Kristen Di Era Disrupsi Teknologiâ€, Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Volume 3, Nomor 1, Januari 2019. Ellya Duta Makarawung, Sangkar Emas Agama Jakarta Spirit Grafindo, 2017, 30–31. J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 218 Gereja Kristen mula-mula menjadi orang percaya yang berakar di dalam firman karena mereka mau dimuridkan dan diajar dengan kebenaran memiliki teachable spirit. Belajar dan mendalami firman Tuhan adalah salah satu karakteristik kehidupan rohani yang sehat. Perka-taan Yesus dalam Matius 44, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah". Calhoun juga dengan tegas menyatakan bahwa dengan tekun belajar Firman Tuhan, maka kehidupan rohani orang percaya akan bertumbuh, diperlengkapi dan mereka akan mengetahui kedalaman hidup di dalam hubungan terhadap Allah dan Riggs menambahkan, bahwa saat orang percaya bertumbuh dan berakar di dalam firman, maka akan terbentuk suatu fondasi berupa doktrin doktrin dasar alkitabiah yang kokoh dalam kehidupan mereka. Sebab firman Tuhan berkuasa memberikan petunjuk dan koreksi atas hidup setiap orang. Tidaklah mengherankan, bila jemaat mula-mula menga-lami pertumbuhan iman secara luar biasa melalui pendalaman firman. Setiap hari mereka menerima makanan rohani yang segar langsung dari tangan para rasul. Menjalin Relasi Dalam Keragaman Relasi persekutuan koinonia dengan saudara-saudara seiman merupakan sebuah kebutuhan yang penting bagi semua orang percaya. Tuhan memberikan komunitas saudara-saudara seiman di sekitar kita bukanlah tanpa maksud. Justru persekutuan dengan saudara seiman sering dipakai Tuhan sebagai wadah komunitas untuk saling menguatkan yang lemah, saling menghibur yang sedih, saling mengingatkan yang lupa, saling menegur yang salah, dan sebagainya. Inilah praktik koinonia seperti yang dilakukan jemaat mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2. Secara umum ada beberapa kendala yang biasanya menghalangi suatu persekutuan, yakni perbedaan strata sosial, status ekonomi, warna kulit, asal usul serta berbagai latar belakang lainnya. Semua hal tersebut berpotensi menciptakan kelompok-kelompok di dalam persekutuan yang menghambat terjadinya peleburan di antara sesama anggota jemaat. Menurut Morley, bahwa persekutuan adalah semua aspek yang didalamnya terdapat persaha-batan, kemitraan, perasaan senasib, hubungan yang saling membangun dan menguatkan, persaudaraan serta tinggal dan menurut Strong, persekutuan sebagai partnership, communion dan yang terbentuk di gereja mula-mula menunjukkan adanya keragaman, di mana mereka saling menerima satu sama lain apa adanya, sebagai sesama anggota tubuh Kristus. Hal ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Deborah Van Hunsinger, bahwa Yerusalem pada saat itu merupakan pusat spiritual bagi orang Yahudi dari berbagai asul usul, baik yang berbahasa Yahudi maupun Yunani, bahkan diseluruh jajahan Romawi. Tetapi Kristus, yang membentuk dasar dari persekutuan ini, itulah alasan mengapa Koinonia begitu kuat dipraktikkan di antara koinonia jemaat mula-mula, memberi contoh kepada sesama orang percaya untuk saling menerima satu dengan yang lainnya berdasarkan kasih Kristus. Orang percaya Adele Ahlberg Calhoun, Spiritual Disciplines Handbook - Practices That Transform Us Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005, 165. Charlie Riggs, Belajar Berjalan Dengan Allah - 12 Langkah Pertumbuhan Iman Kristen, 4th ed. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab, 2009, 84–85. Patrick Morley, A Guide to Spiritual Disciplines Malang Gandum Mas, 2009, 100. James Strong, Strong's Exhaustive Concordance of the Bible Iowa Falls World Bible Publishers, 1986. Deborah Van Hunsinger, Practicing KoinÅnia Theology Today 66, no. 3 2009346-367 diambil dari diakses tanggal 22 Maret 2021 EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 219 diajar hidup dengan sikap dan perilaku bersatu dan bersehati di dalam perbedaan, membangun komunikasi yang sehat serta saling terlibat di dalam kehidupan satu sama lain, dengan demikian persekutuan itu menjadi kuat dengan sendirinya. Mempertahankan Identitas Kristiani Identitas Kristiani berkaitan ciri orang Kristen dalam menjalankan ritual keimanan. Salah satunya adalah Doa dan Pujian kepada Tuhan. Bertekun di dalam doa dan pujian kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu adalah salah satu gaya hidup rohani orang percaya yang harus dibangun setiap hari. Doa dan Pujian kepada Tuhan membuat umat-Nya sadar akan keberadaan Tuhan dan ketergantungan kepadaNya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Morley, bahwa doa merupakan kesempatan untuk bersekutu dengan Bapa di Surgawi. Inilah salah satu alasan utama mengapa orang percaya harus selalu berdoa disertai pujian kepada Tuhan. Yesus juga adalah seorang pendoa, dan Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk berdoa secara konsisten Mat. 6. Menurut Whitney, doa menciptakan semacam jalur hubungan dengan Tuhan di mana orang percaya dapat berbicara dan berkomunikasi dengan Tuhan adanya doa dan pujian yang terus-menerus dipanjatkan kepada Tuhan, maka manusia yang lemah akan mendapatkan kekuatan pada tempat dimana dia tidak mampu melakukannya. Sebuah riset yang dilakukan oleh Vasiliauskas dan McMinn, menghasilkan adanya keterkaitan antara kekuatan mengampuni melalui intervensi kata lain, gaya hidup doa dan pujian kepada Allah yang dimiliki jemaat mula-mula telah memberi kontribusi kepada kehidupan persekutuan yang harmonis dan penuh kasih di lingkup jemaat mula-mula. Setiap kali mereka selesai berdoa disertai pujian kepada Tuhan membuat Tuhan segera bergerak untuk menyatakan kuasa-Nya Kis. 424-31; 121-19. Inilah yang membuat jemaat mula-mula berkembang pesat. Membangun Hospitalitas antar-Sesama Pada umumnya, istilah hospitalitas dipahami sebagai sikap yang ramah, atau bermurah hati terhadap orang lain asing.Joas Adiprasetya menyebutkan, hospitalitas sebagai sikap yang “mengasihi orang asing sebagai sahabat,†atau “menyahabati orang harus diparaktekkan dalam gereja dan menjadi gaya hidup orang percaya, melalui sikap peduli di antara sesama warga gereja. Saling peduli mengandung unsur saling mencukupkan yang kekurangan berbagi dan rela berkorban. Inilah yang disebut saling menopang secara rohani dan jasmani. Jemaat mula-mula telah memberikan teladan saling peduli soal kebutuhan fisik, bila ada yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan, mereka mengadakannya secara bersama-sama melalui apa yang mereka miliki dan menganggap sebagai harta milik bersama. Patrick Morley, A Guide to Spiritual Disciplines Malang Gandum Mas, 2009, Donald S. Whitney, Disiplin Rohani - 10 Pilar Penopang Kehidupan Kristen, 7th ed. Bandung Lembaga Literatur Baptis, 2007, 72. Sarah L. Vasiliauskas and Mark R. McMinn, The Effects of a Prayer Intervention on the Process of Forgiveness, Psychology of Religion and Spirituality 5, no. 1 2013 23–32. DOI Johannis Siahaya dan Harls Evan R. Siahaan, “Menggagas Hospitalitas Pentakostal Membaca Ulang Kisah Para Rasul 244-47 di Masa Pandemiâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5 No. 2 2021, Joas Adiprasetya, “Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini,†Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, accessed November 8, 2022, J. Lizardo Refleksi Kehidupan Gereja Perdana dalam Praktik Gereja Virtual EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 220 Menurut Whitney, perilaku gemar menolong dan menjadi bagian dari kebutuhan orang lain tersebut, merupakan karakteristik dari seorang yang sudah lahir baru di dalam Kristus. Peduli kepada sesama serta kebutuhan sesamanya merupakan salah satu cara mereka untuk merefleksikan diri sebagai pengikut Yesus. Sebab selama berada di bumi, Yesus menampilkan diri-Nya sebagai sosok yang memenuhi kebutuhan manusia, baik jasmani maupun rohani. KESIMPULAN Penekanan utama ekklesia bukanlah tempat, gedung atau balai pertemuan, melainkan kumpu-lan orang atau komunitas jemaat, sehingga secara teologis, gereja dapat diartikan suatu kelompok atau komunitas orang percaya yang dipanggil dalam Yesus Kristus. Dengan demikian, ibadah Kristen bukanlah ibadah kaku, yang tidak bisa disesuaikan dengan keadaan, karena ibadah Kristen berpusat pada umat-Nya datang kepada Allah sebagai tanggapan atas keselamatan, proklamasi Injil, dan ketaatan akan firman Allah. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kebaktian Kristen yang diadakan secara online tidak menyalahi kaidah firman Tuhan, karena di dalam ibadah virtual terdapat kumpulan orang-orang percaya yang dipanggil keluar untuk mengerjakan keputusan Allah atas dunia 1Pet. 25-9. Dalam penerapan gereja virtual, ada tantangan yang dihadapi dan membutuhkan solusi, yaitu gereja virtual belum mampu melaksanakan fungsi dan peran koinonia persekutuan secara online, persekutuan virtual itu bersifat maya, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan sentuhan kemanu-siaan. Peran dan fungsi koinonia persekutuan sebagai sebuah relasi antar-anggota yang berlandaskan solidaritas, hubungan persaudaraan, persahabatan yang saling merangkul, menguatkan, membagi hidup, hanya akan efektif dilakukan dalam pertemuan onsite. Jemaat mula-mula merupakan prototipe gereja, dan menjadi patron aktual bagi gereja masa kini. REFERENSI Adiprasetya, Joas, “Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini,†Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, Calhoun, Adele Ahlberg, “Spiritual Disciplines Handbook - Practices That Transform Us†Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005 Carson, and Douglas J. Moo, “An Introduction to the New Testamentâ€, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2016. Dominggus, Dicky, “Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2â€, SANCTUM DOMINE, 2020. Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi EPIGRAPHE Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, May, 2020. Enns, Paul, “The Moody HandBook Of The Theology, BukuPegangan Teologi†Malang Literatur SAAT, 2003. Ginting, Bayu Kaesarea, “Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologiâ€, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 Hunsinger, Deborah Van, “Practicing KoinÅnia†Theology Today 66, no. 3 2009 Donald S. Whitney, Spiritual Check Up - 10 Pertanyaan Untuk Memeriksa Kesehatan Rohani Anda Yogyakarta Yayasan Gloria, 2011, 80. EPIGRAPHE, Vol 6, No. 2 November 2022EPIGRAPHE, e-ISSN 2579-9932, p-ISSN 2614-7203 221 Jura, Demsy, “Pendidikan Sivilitas Kristen†Jakarta UKI Press, 2021 Kalis, Stevanus, “Mengimplementasikan Pelayanan Yesus dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 1, No. 2, 2018 Makarawung, Ellya Duta, “Sangkar Emas Agama†Jakarta Spirit Grafindo, 2017 Morley, Patrick, “A Guide to Spiritual Disciplines†Malang Gandum Mas, 2009 Reumann, John, “Koinonia in Scripture Survey of Biblical Text,†in On the Way to Fuller Koinonia Official Report of the Fifth World Conference on Faith and Order, ed. Thomas F. Best and Gunther Gassmann Geneva WCC Publication, 1994, 38. Dikutip dari Bayu Kaesarea Ginting, “Koinonia Respon Gereja atas Krisis Ekologiâ€, Dunamis Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 7, No. 1, Oktober 2022 Riggs, Charlie, “Belajar Berjalan Dengan Allah - 12 Langkah Pertumbuhan Iman Kristenâ€, 4th ed. Jakarta Persekutuan Pembaca Alkitab, 2009 Schnabel, Eckhard J., “Paulus Sang Misionaris - Perjalanan, Strategi Dan Metode Misi Rasul Paulusâ€, 1st ed. Yogyakarta Andi Offset, 2010 Siahaan, Harls Evan R., “Karakteristik Pentakostalisme Menurut Kisah Para Rasulâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 1 2017 Siahaya, Johannis dan Harls Evan R. Siahaan, “Menggagas Hospitalitas Pentakostal Membaca Ulang Kisah Para Rasul 244-47 di Masa Pandemiâ€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 5 No. 2 2021 Sinaga, Joshua M., “Gereja Virtualâ€, Soedarmo, R., “Kamus Istilah Theologiaâ€, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003, Soesilo, Yushak, “Pentakostalisme Dan Aksi Sosial Analisis Struktural Kisah Para Rasul 241-47â€, DUNAMIS Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 2, no. 2 April 23, 2018. Strong, James, “Strong's Exhaustive Concordance of the Bible†Iowa Falls World Bible Publishers, 1986. Sutoyo, Daniel, “Gaya Hidup Gereja Mula-Mula Yang Disukai Dalam Kisah Para Rasul 242-47 Bagi Gereja Masa Kini†Jurnal Antusias, 2014 Sutoyo, Daniel, “ Suatu Eksegesis Kisah Para Rasul-Seri I†Surakarta STT Intheos, 2010 Vasiliauskas, Sarah L. and Mark R. McMinn, “The Effects of a Prayer Intervention on the Process of Forgivenessâ€, Psychology of Religion and Spirituality 5, no. 1 2013 “Apa itu Virtual? Pengertian, Contoh dan Fungsinyaâ€, publish 11 April 2020. Whitney, Donald S., “Disiplin Rohani - 10 Pilar Penopang Kehidupan Kristenâ€, 7th ed. Bandung Lembaga Literatur Baptis, 2007 Whitney, Donald S., “Spiritual Check Up - 10 Pertanyaan Untuk Memeriksa Kesehatan Rohani Anda†Yogyakarta Yayasan Gloria, 2011 Wilkinson, Bruce and Kenneth Boa, “Talk Thru the Bibleâ€, 1st ed. Malang Gandum Mas, 2017 Zaluchu, Sonny Eli, “Eksegesis Kisah Para Rasul 242-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalemâ€, Jurnal Epigraphe Volume 2, Nomor 2, November 2018 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Covid-19 pandemic demands serious handling and response, not only at the level of regulation which resulted in a policy of breaking the chain of spreading the deadly virus in the social order, but also stimulating the church's attitude in alleviating the suffering of the people affected. This article is a study of Pentecostal reflective on the text of Acts 244-47, which was aimed to produce a theological attitude about caring for others in order to alleviate the suffering of the people, to the wider community outside the church, who are affected by the pandemic. This research was conducted by a qualitative approach with descriptive, analysis-interpretative, and comparative-argumentation methods, to gain new understanding of the text being studied. In conclusion, the rereading of Acts 247 proposed the hospitality of the Pentascostals, which not only show Christian kindness, but also a liturgical praxis. Abstrak. Peristiwa pandemi Covid-19 menuntut penanganan dan respons yang serius, bukan hanya pada tataran regulasi yang membuahkan kebijakan memutus mata rantai penyebaran virus mematikan tersebut pada tatanan sosial, namun juga menstimulasi sikap gereja dalam meringankan penderitaan umat yang terdampak. Artikel ini merupakan sebuah kajian reflektif kaum Pentakostal atas teks Kisah Para Rasul 244-47, yang bertujuan untuk menghasilkan sikap teologis tentang kepedulian terhadap sesama dalam rangka meringankan penderitaan umat, hingga masyarakat luas di luar gereja, yang terdampak pandemi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, analisis-interpretatif, serta argumentasi-komparatif, untuk mendapatkan pemahaman baru dari teks yang dikaji. Kesimpulannya, pembacaan ulang Kisah Para Rasul 244-47 menggagas sikap hospitalitas kaum Pentaskostal, yang bukan hanya sekadar menunjukkan kebaikan Kristen, namun juga tindakan Kaesarea GintingThe research aimed to find alternative resource of inspiration and motivation for the churches to respond the ecological crisis through the concept of koinonia on two documents of church DKG–PGI 2019–2024 and Encyclical Laudato Si’. The research used literature study approach. The research result showed that DKG–PGI 2019–2024 and Encyclical Laudato Si’–as the document of the church–could be used as church’s response in reality of ecological crisis through the concept of koinonia which has the values of solidarity, liberative, and sacramentalism in it. The concept of koinonia emerged in and through the reflection of faith on the Trinity that internalized through historicity, experience, and life internalisation, both as personal and church community. Abstrak. Penelitian ini bertujuan menemukan sumber alternatif inspirasi dan motivasi bagi upaya gereja untuk merespons krisis ekologi melalui gagasan koinonia pada dokumen DKG–PGI 2019–2024 dan Ensiklik Laudato Si’. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dokumen DKG–PGI 2019–2024 dan Ensiklik Laudato Si’ bisa menjadi respons gereja dalam perbincangan mengenai krisis ekologi, melalui gagasan koinonia yang bersifat solider, liberasi, dan sakramental yang dimiliki kedua dokumen tersebut. Gagasan koinonia seperti ini muncul dalam dan melalui refleksi iman akan Allah Trinitas yang dihayati melalui historisitas, pengalaman, dan penghayatan hidup, baik secara pribadi maupun sebagai komunitas DwiraharjoThe internet has in fact become one with today's life. Not only has his presence changed many things in the fabric of social life, but it has also changed religious behavior. The worship behavior that has been limited by time and space, and that has become a standard for one's faith, is no longer the case. Not only related to the space and time of worship, even more than that the liturgy of the church that has been sacred has also changed. The output of writing this article is to find a formulation of the digital church. This study applies a qualitative method with phenomenological analysis. With this method, the scattered data can then be constructed in a more meaningful and easily understood theme. This research was conducted through 4 processes, namely first describing facts based on data, second conducting an analysis of the facts found, third conducting a study of the topic from the standpoint of Christianity, and fourth finding its relevance in digital worship pada faktanya telah menyatu dengan kehidupan masa kini. Keha-dirannya tidak saja telah mengubah banyak hal dalam tatanan kehidupan sosial, tetapi juga telah mengubah perilaku keagamaan. Perilaku ibadah yang selama ini terbatasi oleh ruang dan waktu, dan itu telah dijadikan standar baku keimanan seseorang, sekarang tidak lagi demikian. Bukan saja terkait dengan ruang serta waktu peribadatan, bahkan lebih dari itu liturgi gereja yang selama ini disakralkan pun juga ikut berubah. Luaran dari penulisan artikel ini adalah untuk menemukan sebuah formulasi ten-tang gereja digital. Penelitian ini menerapkan metode kualtatif dengan analisis fenomenologi. Dengan metode ini akan dapat ditemukan data-data yang terserak selanjutnya dikonstruksikan dalam satu tema yang lebih bermakna dan mudah dipahami. Penelitian ini dilakukan melalui 4 proses, yaitu pertama mendiskripsikan fakta berdasarkan data, kedua me-lakukan analisis terhadap fakta yang ditemukan, ketiga melakukan kajian terhadap topik dari sudut pandang ajaran Kekristeenan, dan keempat me-nemukan relevansinya pada pola peribadatan secara digital. Harls Evan R. SiahaanPentecostalism is often to be concerned with Holy Spirit baptism, Spiritual gifts or speaking in tongue. Basically, Pentecostalism is about to dynamize Christian life’s character. This article is aiming to refer the nature of Pentecostalism according to The Acts, that it is not only about speaking in tongue and other Spiritual gifts, but the characteristic. This article is a research that using text analyzis of The Book of Acts about the true charateristic of Pentecostalism. The conclusion of this biblical research is, pentecostalist characteristic is about building dynamic person who has such characters continued steadfastly in fellowship and learning Bible, social care, enthusiastic, having favor with all the people, dare to witness, ministering with power and having intelegent ability. Abstrak Fenomena Pentakosta sering hanya dikaitkan dengan persoalan baptisan Roh Kudus dan bahasa roh, bahkan juga dengan karunia Roh. Sejatinya, Pentakostalisme merupakan sebuah dinamisasi karakteristik kehidupan Kristen. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan hakikat Pentakostalisme sesuai Kisah Para Rasul, bahwa Pentakostalisme bukan sekadar persoalan bahasa roh dan karunia roh yang lain, melainkan karakteristik. Penelitian ini bersifat analisis teks pada Kisah Para Rasul tentang karateristik Pentakostalisme yang sejati. Kesimpulannya, karakteristik pentakostalis adalah tentang membangun pribadi dinamis yang memiliki karakter tekun bersekutu dan belajar firman, peduli sosial, antusias, disukai orang, berani bersaksi, melayani dengan kuasa dan memiliki kemampuan intelektualitas. Kalis StevanusGereja sebagai bagian dari masyarakat juga terpanggil untuk terlibat dalam upaya mengatasi permasalahan yang sedang terjadi di sekitarnya. Makalah ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa pelayanan kristiani secara komprehensif yaitu pelayanan holistik adalah sangat relevan dan dibutuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Yesus Kristus menjadi realitas dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kondisi masyarakat di mana gereja berada. Pelayanan holistik adalah sebuah paham akan peranan gereja dalam lingkup sosial, yakni pengontekstualisasian Injil Yesus Kristus pada masalah konkret yang terjadi di sekitar gereja. Pelayanan holistic sebagai upaya untuk merealisasikan pengajaran Alkitab ke dalam praksis, yang tentunya hal ini berlaku di tengah-tengah kondisi dan situasi masalah konkret di sekitar kajian biblika khususnya pemberitaan Injil Sinoptik mengenai pelayanan Tuhan Yesus, tampak sangat jelas bahwa Ia tidak memisahkan dualisme antara Pemberitaan Injil dan kepedulian social. Pelayanan-Nya tidak hanya focus pada Pemberitaan Injil semata, yaitu penobatan seseorang menjadi murid-Nya untuk memperoleh keselamatan jiwa, namun bersifat holistik, yakni juga memerhatikan kebutuhan sosial. Seyogyianya pelayanan gereja masa kini pun juga holistic utuh; menyeluruh seperti yang telah dilakukan oleh Tuhan EnnsThe Moody Handbook of Theology leads the reader into the appreciation and understanding of the essentials of Christian theology. It introduces the reader to the five dimensions that provide a comprehensive view of theology Biblical Theology, Systematic Theology, Historical Theology, Dogmatic Theology, and Contemporary Theology. Paul Enns provides a concise doctrinal reference tool for newcomer and scholar. Includes new material on the openness of God, health and wealth theology, the emergent church, various rapture interpretations, feminism, and Wajah Sosial Gereja Masa KiniJoas AdiprasetyaAdiprasetya, Joas, "Hospitalitas Wajah Sosial Gereja Masa Kini," Situs Komunitas Jemaat GKI Pondok Indah, last modified 2013, Calhoun, Adele Ahlberg, "Spiritual Disciplines Handbook -Practices That Transform Us" Downers Grove, Illionis IVP Press, 2005An Introduction to the New TestamentD CarsonDouglas J MooCarson, and Douglas J. Moo, "An Introduction to the New Testament", 1st ed. Malang Gandum Mas, 2016.Dicky DominggusDominggus, Dicky, "Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Daring Ditinjau dari Roma 121-2", SANCTUM DOMINE, Sivilitas KristenDemsy JuraJura, Demsy, "Pendidikan Sivilitas Kristen" Jakarta UKI Press, 2021
Teknologidalam Perkembangan Gereja pada Masa Kini di Era Revolusi Industri 4.0 Itu sebabnya di dalam Perjanjian Baru rasul Yohanes mengajarkan bahwa 'Allah itu kasih'. Allah tidak 'memiliki' kasih, Allah itulah kasih adanya (God does not have love, God is love). Messi, Salah, dan Mane Raih Gelar Perdana di Musim 2022/2023 Info dari
ArticlePDF Available AbstractThe relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being debated. Some argue that the Church should only work on evangelism, that is, on eternal salvation spiritual matters, not on social issues. Others are of the view that working on social issues is a means for the purpose of evangelizing. By using a descriptive qualitative approach, this article is intended firstly to show that the mission of the Church is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism and social service. The two are united in Missio Dei. Second, in order to attract reflections for churches everywhere, it is necessary to reconstruct the paradigm and implementation of the Church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the Church's mission should be integrative-holistic. This means that the Church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered very relevant and needed as an answer to bring the gospel of Jesus Christ into reality and at the same time can alleviate the problems or conditions of the society in which the Church is located. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Copyright© 2021 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 105 ISSN Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi Gereja di Indonesia Masa Kini Kalis Stevanus Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Jawa Tengah kalisstevanus91 Abstract The relationship between evangelism and social care is a hot topic that is still being discussed. There are those who argue that the church should only work on evangelism, which is about eternal salvation spiritual field only, not on social issues. There are also those who view working on social issues as a means to the end of evangelism. By using a descriptive qualitative approach, this article has two purposes. First, to show that the church's mission is an integrative-holistic mission covering the field of evangelism as well as social service; they are one unit in the Missio Dei-Christi. Second, to draw reflections for churches everywhere, it is necessary to recon-struct the paradigm and implement the church's mission in the present. The results of the discussion conclude that the church's mission should be holistic-integrative. That is, the church does not separate dualism between evangelism and social care. The integrative-holistic mission is considered to be very relevant and needed as an answer to make the gospel of Jesus Christ a reality, and at the same time it can solve problems or conditions in the community where the church is existed. Keywords church’s mission; evangelism; integrative-holistic mission; missio Dei Abstrak Hubungan antara pekabaran Injil dan kepedulian sosial merupakan topik yang hangat hingga kini masih didiskusikan. Ada yang berpendapat bahwa gereja seharusnya hanya menger-jakan pekabaran Injil, yaitu perihal keselamatan kekal bidang rohani saja, bukan pada isu-isu sosial. Ada juga yang berpandangan bahwa mengerjakan isu-isu sosial itu sebagai sarana bagi tujuan pekabaran Injil. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, atikel ini dimak-sudkan pada dua hal. Pertama, untuk memperlihatkan bahwa misi gereja adalah misi integratif-holistik meliputi bidang pekabaran Injil dan juga pelayanan sosial; keduanya merupakan satu kesatuan dalam Missio Dei-Christi. Kedua, untuk menarik refleksi bagi gereja-gereja di manapun berada, perlunya melakukan rekonstruksi paradigma dan implementasi misi gereja di masa sekarang. Hasil bahasan memberi simpulan bahwa semestinya misi gereja bersifat integratif-holistic. Maksudnya, gereja tidak memisahkan dualisme antara pekabaran Injil dan kepeduli-an sosial. Misi integratif-holistik dianggap sangat relevan dan dibutuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Yesus Kristus menjadi realitas, dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kondisi masyarakat di mana gereja berada. Kata kunci misi gereja; misi integratif-holistik; missio Dei; penginjilan PENDAHULUAN Sejarah mencatat pada abad XX kaum Evangelikal banyak yang telah kehilangan perspektif Alkitab dan membatasi diri hanya pada pekabaran Injil tentang keselamatan pribadi tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab sosial. Ketika Liberalisme teologi dan Humanisme menyerbu gereja-gereja Protestan, dan mengumumkan suatu “Injil sosialâ€, berkembang keyakinan di antara kaum Evangelikal bahwa ada sebuah e-ISSN 2722-8215 p-ISSN 2477-1373 Volume 7, No 2, Juni 2021 105-115 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 106 antitesis antara keterlibatan sosial dan pekabaran Injil. Namun, sekarang kaum Evangelikal semakin yakin bahwa mereka harus melibatkan diri di dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi manusia tanpa “mengecilkan†prioritas pekabaran Injil tentang keselamatan individu. Mereka prihatin akan kebutuhan manusia yang seutuh-nya karena teladan Yesus Kristus, kasih-Nya yang mendorong, dan tantangan dari wa-risan Injili mereka. Terkait hubungan antara penginjilan dan isu-isu sosial, Stevri Lumintang mengu-tip salah satu dari empat harapan Billy Graham, dalam acara pembukaan konsultasi misi Internasional sedunia di Lausanne, Switzerland tahun 1974, yang menetapkan hu-bungan antara penginjilan dan tanggung jawab kaum Evangelikal kini mulai memandang misi secara integratif dan holistik. Misi bukan hanya dipahami sebagai penginjilan keselamatan individu dan pertumbuhan gereja, melainkan juga misi adalah tanggung jawab sosial, yaitu sebagai upaya terlibat dalam berbagai per-soalan sosial dan kemanusiaan yang diawali oleh usaha penginjilan. Krisis yang dialami gereja pada masa kini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan penting-nya suatu usaha membangun kembali pemahaman misi gereja. Menurutnya usaha untuk membangun kembali konsep dan pemahanan mengenai misi menjadi relevan, karena misi gereja saat ini sedang mengalami semacam krisis. Banyak Gereja terpe-rangkap dalam sikap eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja, dengan kesibukan-kesibukan di/ke dalam, untuk kepentingan anggota-anggotanya tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab konteks di Indonesia kenyataan semangat eksklusif usaha Pekabaran Injil ini dilaksanakan tidak mempertimbangkan konteks masyarakat Indonesia. Konteks Indonesia yang pluralis dan diwarnai dengan pelbagai masalah seperti kemiskinan be-lum mendapat tempat dan perhatian dalam pemahaman dan semangat “misi eksklusifâ€, yang diwarisi gereja-gereja Indonesia. Bila sikap dan semangat yang eksklusif itu tetap dipertahankan, maka misi gereja di Indonesia dapat dikatakan sedang dalam krisis. Paling tidak krisis dalam pemahaman yang pada gilirannya sangat memengaruhi pelaksanaan misi gereja. Padahal, tampak jelas dari teladan dari pelayanan Tuhan Yesus yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, bukan sekadar misi eksklusif me-lainkan sudah cukup banyak gereja di Indonesia yang menerapkan misi integratif. Namun, sepertinya usaha tersebut perlu ditingkatkan dan diintensifkan Norman E. Thomas, Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012,198. Stevri Lumintang, Misiologia Kontemporer Batu Malang YPPII, 2006,25 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008,5 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia Yogyakarta Taman Pustaka Kristen, 2008, 8 Yang dimaksudkan misi eksklusif adalah usaha misi yang hanya menekankan Pekabaran Injil dengan tujuan pertambahan jumlah orang Kristen. Kalis Stevanus, "Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€, Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2 2018 284–298. Kalis Stevanus dan Yunianto, “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa Kini,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 107 guna mewujudnyatakan Injil dalam realitas. Gereja hadir menjadi garam dan terang di tengah-tengah masyarakat. Situasi pluralis di Indonesia juga seharusnya mendorong gereja-gereja menguji ulang pemahaman dan sikap missionernya. Gereja di Indonesia harus menghadapi kenyataan dan bergaul dengan orang-orang beragama lain dalam jumlah yang makin berkembang. Dan juga menghadapi maraknya sikap intoleransi dan kekerasan anar-kis. Selain itu juga, dalam bidang sosial-ekonomi, terjadinya kesenjangan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Arifianto dan Stevanus menyatakan bahwa kenyataan ini “harus†mengubah paradigma dan praktik misi Kristen dari gereja di Indonesia. Menghadapi situasi seperti sekarang ini, dalam situasi pandemi Covid-19, gereja dipanggil untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi dunia, sebab gereja adalah terang dan garam dunia Mat. 513-16. Dengan demikian, gereja seharusnya meman-dang pendemi Covid-19 bukan sebagai penghalang misi gereja, sebaliknya sebagai “peluang†untuk menerapkan misi Allah untuk menjangkau mereka yang menderita dengan memerhatikan situasi sosial di tengah di Indonesia dan misinya tidak dapat berjalan terus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Misi Gereja juga ditantang untuk dipahami secara baru dalam konteks sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Bagaimana menunaikan tugas panggilan misi dari Tuhan dalam konteks Indonesia? Gereja-gereja di Indonesia perlu mengenali dan berminat untuk memandang misi secara kontekstual. Mungkin tidak semua Gereja, tapi sebagian besar Gereja di Indonesia masih melihat dan memahami Gereja sebagai lem-baga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi soal-soal “duniawiâ€, umpamanya masalah-masalah sosial, ekonomi, korupsi, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagaianya. Nampak pemisahan antara yang rohani dan yang jasmani atau duniawi serta segala implikasinya sehingga telah menumbuhkan misi eksklusif di mana Gereja hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja. Ini merupakan salah satu sumber krisis dalam pemahaman dan praktek misi. Caspersz, sebagaimana dikutip Woga, menegaskan bahwa pemisahan total kehi-dupan rohani religious dari urusan-urusan duniawi bertentangan dengan eksistensi manusia yang multidimensional, yang temporal kodrati/sekular dan trans-temporal adikodrati, dan karenanya merongrong keseimbangan hidup serta keberadaan ma-nusia dan yang sama diutarakan oleh Lumintang, bahwa penekanan pada salah satu sisi, pasti membuahkan pemikiran yang sempit dan berat sebelah, yaitu Kalis Stevanus, “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan Konflik,†BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 1 2020 1–13. Yonatan Alex Arifianto and Kalis Stevanus, “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen,†HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,†HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2 2020 86–104. Edmund Woga, Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009,184 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 108 misi yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia. Inilah persoalan misiologi pada masa kini, yaitu mempertemukan secara integratif antara teks, konteks dan yang berat sebelah atau dualisme ini sangat tidak relevan dalam konteks Indonesia. Gereja menjadi alergi dan tidak mau berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, politik dan sebagainya karena menganggap semua itu bukan urusan gereja. Bila gereja menyuarakan pandangan berkaitan dengan ketidakadilan, HAM, korupsi, dan masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di sekitarnya, maka Gereja semacam itu akan dianggap “keluar dari panggilannyaâ€. Penulis menyebut ini sebagai krisis misi intern. Gejala ini dalam intern gereja nampak dalam praktek misi yang hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja, yaitu memenangkan jiwa, atau dengan kata la-in, misi dengan arah “mengkristenkan†Indonesia. Pemahaman misi yang kurang memerhatikan konteks sosial di mana gereja hadir, hal ini justru sangat melemahkan posisi dan peranan gereja di Indonesia. Itu sebabnya pemahaman misi gereja masa kini harus diubah menjadi misi Kerajaan Allah yang mempunyai cakupan luas, yakni meliputi semua bidang kehidupan manusia atau holistik. Sebab itu, gereja tidak boleh melalaikan peran aktifnya di bidang sosial, sehingga memberikan pengaruhnya yang positif terang dan garam dalam kehidupan sosial di masyarakat. Terkadang gereja atau orang Kristen secara salah memahami misi gereja hanya berkenaan dengan kerohanian personal dan tidak berkenaan dengan kehidupan sekular, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk memikirkan tanggung jawab sosialnya. Sejatinya misi gereja terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang sosial. Itu sebabnya gereja tidak bisa tidak memerhatikan dan meng-usahakan kehidupan sosial yang lebih baik bagi masyarakat di mana Gereja berada. Pelayanan secara komprehensif, yakni pelayanan holistik, sangat relevan dan di-butuhkan sebagai jawaban untuk mewujudkan Injil Kerajaan Allah menjadi realitas dan sekaligus dapat mengentaskan persoalan atau kesulitan-kesulitan kehidupan yang dia-lami masyarakat di mana gereja berada saat ini. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa misi integratif yang sifatnya holistic merupakan dimensi pelayanan misi gereja yang perlu dilakukan. Tidak cukup dengan doa; artinya, segala pergumulan jemaat mau-pun masyarakat, tidak cukup diatasi hanya dengan didoakan. Membantu mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi dibutuhkan tindakan lain selain doa, yaitu pelayanan holistik yang akan membawa sejahtera dalam kehidupan individu maupun masyarakat, sehingga terwujudlah peradaban shalom. Karena selama ini misi yang dilakukan gereja pada umumnya masih bersifat dualisme dan bukan suatu keutuhan holistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pentingnya perubahan para-digma dan praktik misi gereja, khususnya di Indonesia. Misi gereja harus tetap dila-kukan sebagai bentuk ketaatan pada Amanat Agung Kristus. Namun dalam praktik Lumintang, Misiologia Kontemporer, 44 Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Istilah “sekular" berasal dari bahasa Latin “saeculum†yang berarti dunia. Kata sifat dari “saeculum†adalah kata “sekular†Latin saecularis yang artinya bersifat duniawi. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 109 pelaksanan misi harus memerhatikan situasi sosial di tengah masyarakat di mana ge-reja berada, sehingga Injil dapat diterima sesuai konteks kekinian pendengarnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatit deskriptif dengan metode pustaka. Metode pustaka untuk menjawab permasalahan penelitian dengan mencari sumber-sumber literatur yang relevan dengan topik bahasan tentang misi gereja masa kini. Data-data tersebut dianalisis dengan mencermati beberapa teks Alkitab, dan kemudian mendeskripsikan hasil analisis tersebut secara naratif. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dipaparkan pokok-pokok penting untuk menjawab tujuan penulisan, yaitu Pertama, mengemukakan landasan teologis misi Kristen; kedua, men-jelaskan suatu kenyataan adanya pergeseran paradigma misi gereja di masa sekarang; ketiga, merefleksikannya bagi gereja masa kini. Landasan Teologis Misi Kristen Sesudah kebangkitan, sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus memberi perintah agar para murid-Nya memberitakan Injil kepada semua suku bangsa Mat. 2819-20. Roh Kudus diberikan kepada semua murid-Nya dan memberi mereka kuasa untuk menjadi saksi Kristus di mana pun mereka berada Kis. 18 sampai ke ujung bumi Mat. 2414.Alkitab secara gamblang menyatakan bahwa semua orang percaya diberi “mandat†untuk melaksanakan Pekabaran Injil kepada semua bangsa. Mandat ini sering disebut sebagai Amanat Agung Mat. 2818-20; Mrk. 1615; Luk. 2447; Yoh. 2021; Kis. 18. Semua orang percaya, tanpa kecuali, dipanggil untuk menaati perintah misioner menjelaskan kata “pergilah†poreuthentes di dalam perintah Matius 2819 itu memiliki arti berangkatlah atau pergi meninggalkan, melintasi batas sosial, rasial, kultural, ini berarti misi Tuhan Yesus adalah misi yang sifatnya inklusif, artinya terbuka untuk semua orang tanpa mengenal latar belakang ini juga dikemukan oleh David Bosch, bahwa sifat misi Tuhan Yesus adalah inklusif. Misi-Nya adalah misi yang melenyapkan keterasingan dan menghancurkan tembok-tembok kebencian, misi yang melintasi batas-batas antara individu dan demikian, sangat jelas bahwa amanat Tuhan Yesus adalah kesaksian. Dan kesaksian itu tidak dibatasi hanya untuk Israel, melainkan diberitakan ke seluruh dunia. Dan kuasa yang diperlukan untuk itu bukan kuasa militer atau politik melainkan kuasa Roh Kudus! Gereja diutus untuk mengundang orang dari semua suku dan bangsa agar Kalis Stevanus, Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi Yogyakarta Andi Offset, 2019,79. Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1 2020 1–19. Susanto Dwiraharjo, “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  18-20,†Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73, Lumintang, Misiologia Kontemporer, 113 David Bosch, Transformasi Misi Kristen Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006,41 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 110 menjadi murid Tuhan Yesus Mat. 2819. Menjadikan murid, artinya menjadikan semua orang di mana pun mereka berada dan siapa pun mereka untuk mengikuti menyatakan, sebenarnya sebelum Amanat Agung di dalam Matius pasal 28, telah ada kontak antara Tuhan Yesus dan bangsa-bangsa lain. Juga sebelum kebang-kitan-Nya, menjadi jelas bahwa maksud tujuan Allah meliputi segala bangsa. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Lama, di mana Abraham dipilih untuk menjadi berkat bagi segala bangsa Kej. 121-3. Dalam kehidupan Tuhan Yesus, perspektif ini nyata, di ma-na titik tolak pelayanan Tuhan Yesus disebut kota Kapernaum, yang terletak di “Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain†Mat. 413-16. Galilea adalah merupakan daerah Yahudi, tetapi bukan pusat daerah Yahudi seperti daerah Yudea dengan kota Yerusalem. Galilea dekat dengan daerah bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Kapernaum dan Galilea digambarkan oleh Matius sebagai tempat yang terbuka bagi manusia dari bangsa-bangsa yang bukan Israel. Dan sesudah kebangkitan-Nya, terbukalah jalan bagi segala bangsa untuk menjadi bagian dari umat Allah Mat. 2818-20. Dengan demikian terpe-nuhilah pengharapan akan keselamatan bagi bangsa-bangsa seperti yang dinubuatkan oleh para nabi Yes. 22-3; bdk. Mi. 41-2; Za. 822-23.Tuhan Yesus, menurut Injil Sinoptik, memiliki perhatian yang cukup besar terha-dap misi kepada dunia bangsa-bangsa bukan Yahudi. Perhatian itu Ia wujudkan tidak hanya dengan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melakukan mujizat bagi orang-orang bukan Yahudi yang datang kepada-Nya, tetapi lebih dari itu Ia menyeberangi daerah Palestina dan memasuki daerah bangsa kafir untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Menurut Stevanus hal ini juga hendak menyatakan bahwa misi Tuhan Yesus datang ke dunia membawa keselamatan bagi semua bangsa. Ia adalah Juruselamat bagi semua orang dan yakni seluruh umat Tuhan, dipanggil untuk mene-ruskan perintah misioner memberitakan Kabar Baik sampai kepada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Rekonstruksi Paradigma Misi Gereja Masa Kini dalam Konteks Indonesia Krisis dalam pemahaman dan praktek misi gereja yang penulis kemukakan secara singkat di atas merupakan titik tolak atau pijakan untuk secara kritis menemukan kem-bali pemahaman teologi mengenai misi gereja atau teologi misi yang relevan di Indo-nesia. Pemahaman misi gereja dari warisan masa lalu itu perlu direkonstruksi menjadi pemahaman baru misi baru yang kontekstual. Pembahasan ini merupakan kontribusi pemikiran teologis dan praktis dalam rangka rekonstruksi misi gereja di Indonesia yang dilakukan dalam suatu paradigma tertentu. Paradigma itu adalah paradigma misi yang relevan dengan konteks Indonesia. Sebuah tugas krusial bagi gereja di masa kini adalah menguji terus-menerus, apa-kah pemahamannya, atau paradigma tentang misi sesuai dengan konteksnya, di mana gereja itu hadir. Apa yang harus gereja lakukan adalah menetapkan apa arti misi, dan kemudian pada saat yang sama mendefinisikan praktik misioner atau mengaplikasikan konsep misi tersebut secara langsung di dalam situasi konkret sekarang. Sebagaimana Kalis Stevanus, Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001,248 Kalis Stevanus, Lihatlah Sang Juruselamat Dunia Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018, 13 Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 111 dikatakan oleh Artanto bahwa paradigma misi memengaruhi dan menentukan praktik misioner. Sebagai rumusan dari Thomas Kuhn yang kemudian dirumuskan dengan lebih singkat oleh Hans Kung, sebagaimana dikutip Artanto, paradigma misi dapat dirumus-kan sebagai model interpretasi dan pemahaman yang memengaruhi, bahkan menen-tukan keyakinan, dan nilai, serta teknik-teknik misi gereja yang dipahami oleh gereja-gereja sebagai suatu komunitas dalam era tertentu. Perubahan dan pergeseran misi gereja sangat ditentukan oleh perubahan dan pergeseran paradigma teologi Mempelajari pergeseran paradigma misi akan membantu usaha memahami bagai-mana gereja memahami dan melaksanakan misi dalam pelbagai era dalam konteks yang berubah-rubah. Selain hal itu, juga akan menolong gereja pada masa kini untuk memiliki pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana gereja pada masa kini harus memberi arti atau mengintrepretasikan misi pada masa kini dalam situasi konkret. Perbedaan itu terjadi karena masing-masing era melakukan refleksi teologis dengan paradigma yang telah bergeser dari paradigma yang digunakan oleh era sebe-lumnya. Paradigma misi seyogyianya terus diperbarui atau direkonstruksi untuk mengha-dapi konteks baru dan era baru. David Bosch menguraikan berbagai paradigma yang muncul belakangan dalam teologi misi, tentang paradigma misi gereja yang bagaima-nakah yang tepat atau relevan dengan konteks pada abad ke-21? Dikatakan oleh Anne Ruck, bahwa selama abad ke-20 misi Kristen telah diartikan kembali secara mendalam, sehingga pertanyaan Bosch tersebut menemukan jawaban dari sudut pandang abad ke-21 yang jauh berbeda dari konteks seratus tahun lalu. Dalam terang ini tantangan untuk memelajari misi dapat digambarkan dalam kata-kata van Engelen yang dikutip Bosch, misi dipahami sebagai usaha untuk menghubungkan peristiwa Yesus yang selalu relevan dari dua puluh abad yang lalu dengan pemerintahan yang dijanjikan Allah melalui inisiatif-inisitiaf yang bermakna untuk masa kini dan di dengan gereja-gereja Indonesia di masa sekarang? Dikatakan oleh Ruck, justru di abad ke-21 ini umat Kristen di Indonesia semakin tersingkir, tertindas, dan terancam. Bagaimana merespons situasi seperti ini? Bagaimanakah seharusnya gereja di Indonesia bersaksi dan bermisi dalam konteks Indonesia masa kini yang begi-tu majemuk dan terus berubah, dan yang harus menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam, kemiskinan, korupsi, konflik, dan kekerasan serta mengemukanya gejala intoleransi? Menghadapi situasi seperti itu, tidak ada cara lain selain memahami kembali konsep misi dan praktik misi yang sesuai di Indonesia sekarang. Itu sebabnya gereja-gereja di Indonesia pun harus perlunya melakukan rekonstruksi misi sebab pemahaman misi yang lama kemudian menjadi tidak relevan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Pemahaman misi harus bersifat dinamis dan terbuka untuk dikoreksi atau mengalami rekonstruksi kembali, sehingga dihasilkan suatu pemahaman misi gereja Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Bosch, Transformasi Misi Dkk. Anne Ruck, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,25 Bosch, Transformasi Misi Kristen, 35 Anne Ruck, Jemaat Misioner, 92 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 112 yang relevan dibutuhkan di tengah-tengah pluralitas intern gereja di Indonesia, dan juga di tengah pluralitas agama dan kebudayaan serta situasi kemiskinan yang men-colok di Indonesia. Benar apa yang dikatakan Artanto untuk konteks Indonesia, yang perlu mengem-bangkan pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis, di mana gereja harus semakin terlibat dalam pengembangan manusia dan masyarakat yang seutuhnya. Pemahaman misi gereja dalam paradigma ekumenis merupakan “pertanggungjawaban†gereja-gereja Indonesia terhadap masyarakat dan bangsanya sendiri. Itu sebabnya, misi gereja tidak boleh mengabaikan konteks Indonesia dan kepentingan seluruh masya-rakat di Indonesia. Misi gereja sekarang dituntut untuk menyapa masalah masyarakat masa kini dengan segala pergumulan dan tantangan yang ada. Apakah gereja akan memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang ada? Apakah gereja sadar akan panggilannya supaya menjadi garam dan terang serta menjadi saluran berkat Tuhan kepada dunia? Misi yang konkret dan menyeluruh holistik misalnya berfokus pada pelayanan sosial-ekonomi dan pengembangan masyarakat sangatlah penting. Misi integratif, termasuk pelayanan sosial-ekonomi-keadilan dan juga pekabaran Injil keselamatan individu merupakan jawaban untuk konteks Indonesia masa kini. Petrus Octavianus mengemukakan, bahwa pelayanan holistik tidak hanya berusa-ha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Jadi, pelayanan sosial pengembangan masyarakat itu juga merupakan bagian dari misi Kristen karena gereja diutus untuk melakukan hal-hal tersebut. Inilah misi yang sesungguhnya. Dari uraian ini, dapat disimpulkan peran gereja dalam pelaksanaan Missio Dei, bahwa hakikat misi gereja harus senantiasa melihat misinya terdiri dari tiga unsur utama. Pertama, prok-lamasi; gereja terpanggil untuk memproklamasikan Yesus Kristus kepada dunia. Kedua adalah kesaksian; gereja terpanggil untuk hidup seperti Kristus di dunia. Ketiga ialah pelayanan; gereja terpanggil melayani dan menjalankan aksi sosial dengan dasar kasih Kristus kepada dunia. Sejajar dengan itu, Mangunwijaya mengatakan bahwa gereja missioner di Indonesia harus didasari bahwa iman, pengharapan, dan kasih bukan hanya berlaku di dalam internal gerejawi, melainkan harus berdimensi luas menyentuh sendi-sendi kehi-dupan masyarakat secara konkret dan Pasaribu menegaskan, bahwa dengan melaksanakan misi integratif ini akan membawa gereja kepada pelayanan yang kokoh dan terintegrasi, dengan memproklamasikan kabar baik, dan sekaligus menun-jukkan kasih Allah secara konkret dalam pergumulan bangsa dan dunia. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia dalam rangka melaksanakan misi Allah tersebut? Gereja terpanggil untuk terlibat dalam menggumuli isu-isu sosial di Petrus Octavianus, Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah Batu Malang YPPII, 1985,34-35 Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo Yogjakarta Kanisius, 1993,ix Dkk Ria Pasaribu, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,313. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 113 tengah masyarakat di mana gereja hadir di situ. Keterlibatan itu termasuk dalam rangka misi mewujudkan Kerajaan Allah di bumi, tanpa mengecilkan prioritas pemberitaan Injil tentang keselamatan individu. Stevanus menyatakan bahwa motivasi misi Kristen bukan hanya menyelamatkan individu atau menambah jumlah anggota gereja, melain-kan untuk mewujudkan Kerajaan yang tidak mengandung aspek proklamasi Injil berarti misi tersebut telah be-rubah dan bergeser dari Missio Dei-Christi. Misi yang demikian telah kehilangan satu unsur yang esensial dan tidak lebih dari aksi sosial, seperti yang dilakukan oleh banyak lembaga sosial di dunia. Misi menjadi sekadar suatu usaha kepedulian sosial semata di mana lembaga sosial dunia bisa melakukannya. Tetapi Missio Dei-Christi dilakukan oleh lembaga Gereja saja sebab hanya Gereja yang diberikan mandat. Olehnya gereja harus bersaksi dan melayani serta melaksanakan Missio Dei-Christi dengan turut serta terlibat dalam kepedulian sosial. Missio Dei-Christi tidak mungkin dijalankan oleh gereja di Indonesia bila di dalam kehidupan gereja itu sendiri masih terdapat pandangan dua-listis yang memisahkan kehidupan gereja kerohanian dan masyarakat duniawi. Gereja harus membina anggota-anggotanya agar mereka menyadari relasi gereja dan masyarakat sebagai dua dimensi dari satu realitas kehidupan Kristen. Masalah kema-syarakatan entah itu kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, pencemaran lingkungan, dan isu-isu sosial lainnya harus dilihat sebagai tanggung jawab dan tugas bersama tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan. Gereja masa kini perlu melihat gereja perdana mengenai misi dalam hubungannya dengan rencana Allah bagi penyelamatan manusia, yakni gereja sebagai penatalayan di dunia juga memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat manusia pada umumnya. Sejak awal, penginjilan, ajaran, persekutuan/ibadah, dan pelayanan sosial semuanya merupakan bagian integratif dari misi gereja perdana Kis. 242-47. Injil bersifat holistik karena Kekristenan yang alkitabiah berbicara kepada setiap kebutuhan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan misi gereja semestinya terintegrasi, baik dalam teologi maupun dalam praktiknya, tidak ada dualistis yang memisahkan antara “rohani†dan “fasikâ€, “individu†dan “komunitasâ€, “suci†dan “sekulerâ€, dan seterusnya. Oleh sebab itu, gereja harus menolak untuk memi-sahkan keduanya. Refleksi Penting sekali gereja memiliki pemahaman yang benar tentang pelayanan holistik kepedulian sosial dalam kaitannya dengan kegiatan Pekabaran Injil. Terkadang dijumpai pelayanan holistik dijadikan “alat†untuk mengkristenkan orang. Niat pembe-ritaan Injil, pertama-tama bukan didasarkan pada motivasi kristenisasi, yaitu untuk menjadikan orang yang bukan Kristen menjadi Kristen, atau menjadi anggota gereja tertentu pertumbuhan gereja. Pemberitaan Injil harus didasarkan pada kerinduan atau kasih agar mereka yang terhilang dalam dosa beroleh keselamatan melalui iman kepada Tuhan Yesus. Inilah motivasi dasar yang benar untuk kegiatan pekabaran Injil. Stevanus, “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Ailsa Barker Wirawan, Jemaat Misioner Jakarta Bina kasih/OMF, 2011,190 Kalis Stevanus Rekonstruksi Paradigma dan Implementasi Misi… Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 114 Pelayanan holistic tidak hanya berusaha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini. Terkadang juga pelayanan holistic dijadikan “alat†untuk meredam suatu gejolak di masyarakat ketika terjadi aksi protes atas kehadiran gereja. Ini adalah suatu perbuatan yang tidak jujur, tidak etis sebab tidak dilandasi kasih yang murni agape. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, disimpulkan bahwa paradigma dan praktik misi gereja harus direkonstruksi ulang, dan dalam implementasinya melakukan pendekatan integratif dan/atau holistik dalam pekerjaan misi. Sebab untuk itulah gereja ada dan diutus ke dalam dunia di mana ia ada. REFERENSI Anne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. “Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 39–51. Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, 2008. Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2006. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001. Dwiraharjo, Susanto. “Kajian Eksegetikal Amanat Agung Menurut Matius 28  Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 2 2019 56–73. Kalis Stevanus. Benarkah Injil Untuk Semua Orang? Yogyakarta Diandra Kreatif, 2017. ———. “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 1–19. Lumintang, Stevri. Misiologia Kontemporer. Batu Malang YPPII, 2006. Mangunwijaya, “Pengantarâ€, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, R. Dopo. Yogjakarta Kanisius, 1993. Petrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, 1985. Ria Pasaribu, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Stevanus, Kalis. “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptikâ€.†Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284–298. ———. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. ———. “Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37 Sebagai Upaya Pencegahan BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1–13. ———. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019. Stevanus, Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis. “Pentingnya Peran Media Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, no. 2020 86–104. Thomas, Norman E. Teks-Teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Sedunia. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2012. Wirawan, Ailsa Barker. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Jurnal Efata, Vol 7, No 2, Juni 2021 Copyright© 2020 JURNAL EFATA e-ISSN 2722-8215, p-ISSN 2477-1333 115 Woga, Edmund. Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia. Yogyakarta penerbit Kanisius, 2009. Yunianto, Kalis Stevanus dan. “Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa HARVESTER Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen no. 1 2021 55–67. Roedy SilitongaPantjar SimatupangGod calls his ecclesial church to go out to proclaim his Gospel to all creation and baptise, teach, and make all nations his disciples. Local churches, particularly in Indonesia, commonly carry on the calling by using the so-called One Duty the Missio Dei-Three Tasks koinonia, martyria, diakonia tasks. Reality shows of not uncommon partial and unbalanced implementations of the three tasks, mostly heavy focused on koinonia but less in both martyria and diakonia. The study objective is to assess implementation of the church missions view of drawing general lessons for a more effective implementation. The study was conducted at a small-sized church congregation in an indigenous community in a remote rural local area, using a mixed literature review, field observation and interviews, and conceptual synthesis methodology. The key findings are that mission fields are diverse and wide and requires contextual missions, the diakonia task plays a pivotal role, and a small size of congregation is good for quality-oriented missions, the Strength Gift Based Community Development conducted in a holistic integrated transformational mission is an appropriate approach. The study contributes to interdisciplinary understanding and formulation of basic principles in doing integrated missions by local churches, particularly in rural areas with indigenous community, remote location, and poverty-stricken mission study describes the importance of missionological learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. Learning strategies in missionology-based Christian Religious Education to learners are very effective in strengthening the foundation of children's faith from an early age on the importance of carrying out the Great commission to preach the gospel. Coupled with holistic service learning strategies can help students quickly to implement missionology learning in schools and the community. Therefore, through this study, the author conveys that considering the importance of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education can equip and instill mission values with holistic service in students from an early age. This research uses descriptive qualitative methods with a literature study approach, so it can be concluded that the indicators of missionology learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education stated in this study can help readers understand the importance of missionary learning strategies and holistic ministry in Christian Religious Education. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pendidik Kristen tentang pentingnya pendidikan misi melalui pelayanan holistik kepada peserta didik sejak dini melalui Pendidikan Kristen. Strategi pembelajaran dalam Pendidikan Agama Kristen yang berbasis misi kepada peserta didik sangat efektif untuk memperkuat fondasi iman anak-anak sejak dini tentang pentingnya pelayanan yang holistik tanpa harus dibatasi atau mengesampingkan yang lain. Strategi pembelajaran pelayanan holistik juga dapat membantu peserta didik dengan mudah untuk mengimplementasikan misi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis menyampaikan bahwa misi melalui pelayanan holistik sangat penting dalam Pendidikan Kristen, karena dapat membekali dan menanamkan nilai-nilai misi dengan pelayanan holistik dalam diri peserta didik sejak dini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi literatur dan memberikan kesimpulan mengenai indikator-indikator sebagai faktor yang menentukan pentingnya strategi pembelajaran misi melalui pelayanan holistik dalam Pendidikan Agama relationship between the church and the world, the task of preaching the gospel and social care are still hot topics of discussion today. The purpose of raising this topic is so that the church can be reminded of the correct paradigm regarding the double mandate commanded by Jesus Christ the Head of the church in Matthew 2819-20 and Matthew 2234-40. The church's paradigm regarding the two mandates invariably influences and determines the practice of church life in its daily form. To describe the subject of this discussion, the author used a qualitative approach based on a literature study in which a range of relevant books and scientific academic articles were investigated and considered after which descriptive conclusions could be drawn. The results of the study indicate that Jesus through the mandate of evangelism, becomes an agent of spiritual transformation which ultimately results in needed social transformation. The mission of God is then for all of us to be involved in the spiritual elements of life and in considering the afterlife and of course also in striving to make the world a better place for SianturiThomas AllfadiserThe use of image-based media in teaching, is also needed as a means to teach in conveying material. Therefore, the use of image-based media is expected to be able to improve understanding of PAK teaching, especially in Sunday Schools of primary age. The purpose of this study is to find the reality, in the use of image-based media that is used as a medium to deliver PAK teaching in Sunday Schools. This research uses qualitative research with a case study approach. The research results obtained from the reality of using image-based media are to determine the material to be delivered. So, before the use of image-based media is used, the teacher first determines the material to be delivered, then the use of the media has a match with the material that has been TeologiPendidikan KristenParadigma MisiTeologi CipanasCriticism to the church in carrying out its mission is often raised. A number of churches are considered no longer world-oriented but only Heaven-oriented. In his book, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo suggests that there are four erroneous paradigms about the mission. This paper is an attempt to assess whether these four erroneous paradigms also exist in the Batak Karo Protestant Church GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, Deli Serdang district, North Sumatra. The purpose of this assessment, of course, is to get a real picture of the GBKP NBS. This research is qualitative research through literature study and interviews. A literature study was carried out by tracing a number of writings on the mission of the church and also a number of GBKP NBS documents. Meanwhile, the interviewees included Former NBS Village Head, GBKP NBS church leader, a number of members and administrators of several GBKP NBS categories. As a result, the four mission paradigm errors concluded by Timo above were also found in the NBS GBKP. Abstrak Kritik terhadap gereja dalam menjalankan misinya sering dikemukakan. Sejumlah gereja dinilai tidak lagi berorientasi pada dunia tetapi hanya berorientasi pada Surga. Dalam bukunya, Meng-hari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Ebenhaizer I. Nuban Timo mengemukakan adanya empat paradigma yang keliru tentang misi. Tulisan ini merupakan upaya untuk menilai apakah keempat paradigma yang keliru ini juga ada di dalam Gereja Batak Karo Protestan GBKP Namo Buah Silebo-Lebo NBS, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri sejumlah tulisan mengenai misi gereja dan juga sejumlah dokumen GBKP NBS. Sementara itu, wawancara dilakukan terhadap beberapa komponen masyarakat. yang diwawancarai antara lain Mantan Kepala Desa NBS, pemimpin jemaat GBKP NBS, sejumlah anggota dan pengurus beberapa kategorial GBKP NBS. Hasilnya, keempat kekeliruan paradigma misi yang disimpulkan oleh Timo di atas ternyata juga ditemukan dalam GBKP general, the problem of mission today is related to a one-sided emphasis on one side. One emphasizes and maintains the context of the humanitarian field with all its problems and challenges so that it tends to ignore the text. While others are fixated on the text and ignore the context. It is undeniable that the mission paradigm will influence and determine its missionary practice. This paper is intended to contribute theoretically about the importance of reconstructing the Church's mission paradigm that is relevant to the context of today's Indonesia, and practically the churches in Indonesia can implement an applicable form of mission by taking part in alleviating the concrete problems faced. by the community according to the capabilities of the church members. By using a qualitative approach, namely a literature study, the author will describe descriptively about the foundation of Christian mission and the urgency of conducting a review or updating of the understanding and practice of its mission in the current concrete situation. It was concluded that the mission of the church must still be carried out but in its implementation it must pay attention to the social situation in the community. Because the mission of the church without paying attention to the context of its recipients will find difficulties and even failures in carrying out God's will as the light and salt of the world. This means that the strategy or technique of the church's mission must be implemented according to the current context in which the church is Coronavirus Disease 2019 Covid-19 outbreak, or better known as the Corona virus, is spreading rapidly, bringing changes in socializing and communicating in the community. Government regulations require all citizens to participate in breaking the chain of transmission of the virus. This of course also has an impact on the concept and implementation of the mission that has been carried out, namely face to face. As one way the church must continue to take its role in witnessing or preaching the gospel of Jesus Christ to non-believers using social media as the right choice in carrying out missions during the Covid-19 pandemic. This article will describe the understanding of the Church or believers as recipients of God's mission mandate, and the use of social media as a means of carrying out missions during the Covid-19 pandemic, and how the effectiveness and constraints of carrying out missions through social media. The results of the research can be said that the mission can still be carried out in all conditions in the midst of society even though without having to meet face to face with the way the church empowers its people to actively use social media as a means of preaching the Coronavirus Disease 2019 Covid-19 atau lebih dikenal dengan nama virus Corona yang menyebar dengan cepat membawa perubahan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di masyarakat. Aturan pemerintah mengharuskan semua warga berpartisipasi dalam memutus rantai penularan virus tersebut. Hal itu tentu juga berdampak pada konsep dan pelaksanaan misi yang selama ini dilakukan, yakni dengan tatap muka secara langsung. Sebagai salah satu caranya gereja harus tetap mengambil perannya untuk bersaksi atau memberitakan Injil Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya menggunakan media sosial sebagai pilihan yang tepat di dalamnya pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19. Artikel ini akan memaparkan pemahaman tentang Gereja atau orang percaya sebagai penerima mandat misi Allah, dan pemanfaatan media sosial sebagai salah satu sarana pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19, dan bagaimana efektivitas serta kendala pelaksanaan misi melalui media sosial. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa misi dapat tetap dilakukan dalam segala kondisi di tengah-tengah masyarakat meskipun tanpa harus tatap muka secara langsung dengan cara gereja memberdayakan umatnya untuk secara aktif menggunakan media sosial sebagai sarana pemberitaan Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis StevanusAnne RuckDkk Jemaat MisionerAnne Ruck, Dkk. Jemaat Misioner. Jakarta Bina kasih/OMF, 2011. Arifianto, Yonatan Alex, and Kalis Stevanus. "Membangun Kerukunan Antarumat Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen." HUPERETES Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 2020 Gereja Misioner Dalam Konteks IndonesiaWidi ArtantoArtanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta Taman Pustaka Kristen, Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman AllahPetrus OctavianusPetrus Octavianus. Identitas Kebudayaan Asia Dalam Terang Firman Allah. Batu Malang YPPII, StevanusStevanus, Kalis. ""Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptik"." Fidei Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika no. 2018 284-298. -. Lihatlah Sang Juruselamat Dunia. Yogyakarta Diandra Kreatif, 2018. -. "Memaknai Kisah Orang Samaria Yang Murah Hati Menurut Lukas 1025-37Sebagai Upaya PencegahanKonflikSebagai Upaya Pencegahan Konflik." BIA' Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, no. 2020 1-13. -. Panggilan Teragung Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta Andi Offset, 2019.
Berikutini 12 point perbedaan agama Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan baik secara ritual peribadatan ataupun keyakinan yang dianut. 1. Agama Kristen Katolik Roma mengakui Paus sebagai Pemimpin tertinggi Gereja di dunia, -Agama Kristen Protestan tidak mengakui Paus. Ini adalah perbedaan paling utama antara Agama Kristen Protestan dan
Kesulitan Gereja pada Masa SekarangDaftar Tantangan Gereja pada Masa Kini1. Tantangan Eksternal2. Tantangan Internal3. Tantangan IndividualismeCara Melakukan Transformasi HatiKesulitan Gereja pada Masa – Tantangan gereja masa kini. Saat ini kita telah hidup di zaman yang jauh berbeda dengan zaman ketika Alkitab diturunkan. Pertanyaan yang kerap muncul adalah apakan Alkitab tetap relavan?Jawabannya sudah pasti ya, sebab Alkitab memang ditulis agar bisa digunakan oleh umat manusia sebagai petunjuk hidup yang kekal dan abadi. Pastinya, apa yang ditulis di Alkitab relevan hingga masa mungkin kesulitannya adalah ada beberapa tantangan gereja yang kerap terjadi sehingga keyakinan-keyakinan dan nilai mereka dalam menjawab tantangan logis masa kini kerap tidak garis besar ada berbagai jenis tantangan dalam gereja di masa kini, mulai dari tantangan eksternal, internal, dan individualisme. Tapi mungkin tak banyak yang menyadarinya sehingga tidak dari itu pada kesempatan ini kami ingin menjelaskan dan membagikan kumpulan daftar hal-hal yang menjadi tantangan gereja di masa sekarang. Anda bisa menyimak ulasan lengkapnya di bawah Tantangan Gereja pada Masa KiniBerikut di bawah ini adalah sejumlah tantangan dalam gereja yang mungkin tidak kita sadari lengkap dengan cara mengatasinya. Simak ulasannya pada pembahasan di Tantangan EksternalZaman postmodern pada masa sekarang telah berperan banyak untuk menghidupkan moralitas baru dengan standar pribadi, seperti jalinan sesama dan poligami. Standar tersebut bahkan tampak menjadi agama baru menggantikan kekristenan. Hal ini bertentangan bersama rencana Tuhan di dalam penciptaan Manusia Kejadian 218.Banyak pula propaganda, isu radikalisme agama, seperti propaganda, maupun beragam gerakan yang dijalankan oleh sekelompok orang yang tega melakukan tindakan ekstrim. Hal ini seolah-olah menyudutkan tiap-tiap gereja. Ini juga menghidupkan tanda-tanda intoleransi dan fanatisme agama serta ekslusivisme yang terlalu berlebih di dalam jalinan sosial keagamaan di ini, banyak pemuda–pemudi Kristen mudah terjerat pada kesesatan informasi, provokasi, dan berita palsu yang menjadi viral di sarana sosial. Sehingga mereka sanggup menjadi sasaran utama rekrutmen grup radikal yang mengembangkan jaringan, sebagai berikutMaraknya beragam ajaran sesat dan bidat yang memiliki aliran-aliran sesat, seperti Gnostik, Mormonisme, Christian Science, Saksi Yehova dan sebagainya. Hal ini bertentangan bersama peringatan Yesus pada murid-muridNya Matius 243-14; 1 Timotius 13; Roma 1617Penganiayaan pada orang-orang Kristen dianggap sebagai antisosial dan penyebab kerusuhan. Seperti yang dikisahkan berkenaan penganaiyaan pada Stefanus martir Kristen dan sejumlah jemaat Yerusalem Kisah Para Rasul 754-83.Manusia yang tambah pintar dan hidup jadi seakan-akan tidak ulang perlu Tuhan. Hal ini bertentangan bersama tekad Allah Roma 1216 “tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”.Kehampaan hidup seringkali terjadi, meski diisi bersama beragam kecanggihan peradaban dunia. Contohnya adalah banyak gereja mencerminkan dunia bersama secara pragmatis menghalalkan segala cara. Hal berikut bertentangan bersama jemaat di Sardis udah menjaga reputasi mereka bersama langkah kompromi Wahyu 34-6.2. Tantangan InternalPerpecahan gereja karena persoalan uang, beda penafsiran, perbedaan keperluan grup dan sebagainya 1 Korintus 3 3. Perpecahan harus berjalan untuk menyaksikan siapakah yang tahan uji. Tetapi, jangan hingga kitalah yang menjadi sumber perpecahan itu. Kita harus ingat memang Yesus tidak berharap perpecahan Matius 1225.3. Tantangan IndividualismeKadang manusia sangat sibuk dengan dunianya, contohnya adalah generasi milenial sering tergantung pada dunia maya. Sehingga gadget sudah menjadi berhala’ jenis baru. Terlihat berasal dari tiap-tiap jemaat jarang mempunyai printed bible karena Alkitabnya udah menjadi digital bible di HP atau lebih menyedihkan selama kebaktian berlangsung, mereka selamanya bermain sarana sosial, seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya. Inilah permulaan hedonisme dan materialisme yang sering dijalankan oleh orang Kristen Yakobus 41-56; 1 Yohanes 2 15-17.Tidak tersedia kasih persaudaraan yang pengaruhi kompetisi individu apalagi antar bangsa. Contohnya adalah perzinahan dan perceraian. Banyak yang tidak pikirkan pada sesama dan tidak berkomitmen untuk memprioritaskan Alkitab sebagai pedoman utama di dalam hidup Melakukan Transformasi HatiKita sebagai anak Tuhan harus jalankan transformasi hati yang cocok bersama pandangan John Stott yang berisi “The heart of human gangguan is the gangguan of the human heart”. Caranya untuk jalankan transformasi hati, diantaranyaPerlu kerelaan hati untuk ulang dibentuk oleh Tuhan walau prosesnya tidak mudah. Kita harus berdiam diri di hadapan Tuhan untuk berharap Tuhan mengubah hati kita. Meskipun kita sebagai gereja memiliki cacatnya, tetapi kita akan dibentuk ulang oleh Roh Kudus pada selagi kita berkunjung kepada Tuhan. Harus mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun Roma 1419.Memberitakan Injil kepada siapa saja yang belum percaya. Memberitakan Injl adalah sebuah keharusan dan kewajiban bagi orang percaya untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk kemegahan diri 1 Korintus 916 supaya kita sanggup tahu maksud dan rencana Tuhan Matius 28 19.Harus bersatu dan sehati sepikir bersama pelayan – pelayan yang lain 1 Korintus 110-17; 1 Korintus 39. Tetapi pergunakanlah karunia yang tersedia pada kita untuk membangun tubuh kristus. Untuk membangun jemaat, kita adalah tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalanya 1 Korintus 1227; Efesus 530; 2 Timotius 224.Gereja harus tidak dulu jenuh untuk konsisten mengingatkan jemaatnya di mana tiap-tiap manuasi harus berperilaku yang benar atas gadget, yaitu secara regular dan indah jikalau kita menghalau gadget dan berkomunikasi verbal bersama keluarga kita di rumah atau bersama sesama di area susah dan tantangan yang sering dihadapi, kita harus selamanya setia mobilisasi perintah-Nya bersama memiliki hati yang peka pada sesama dan memiliki jiwa yang tulus supaya siapa saja ingin bertobat dan diselamatkan lantas meraih keselamatan, yang merupakan anugerah Tuhan Yohanes 316; 1 Timotius 24; 2 Petrus 39.Akhir KataDemikian ulasan pembahasan tentang tantangan gereja pada masa kini. Mudah-mudahan kita bisa memahaminya sekaligus mengantisipasinya dalam kehidupan bergereja Ajaran Kristen AdventSejarah Gereja Advent Masuk IndonesiaTanggung Jawab Suami ke Istri dalam Kristen
Polikarpusdatang mengunjungi Anisetus, Uskup Roma, tentang suatu kontroversi yang timbul, yang menyangkut kapan Paskah harus dirayakan oleh orang-orang Kristiani. Pada abad ke-2, Gereja Roma dan banyak gereja lainnya merayakan Paskah pada hari Minggu setelah hari ke-14 bulan Yahudi, Nisan. Gereja-gereja di Asia, bagaimanapun, di mana
Semenjak zaman rasul-rasul dan jemaat mula-mula, Gereja mengalami perubahan dan saat memasuki zaman Reformasi spirit gereja terus dipertahankan dan mengalami banyak tekanan dan pengaruh, setelah era reformasi gereja memasuki tantangan baru dan gereja harus berjuang mempertahankan nilai-nilai kebenaran di era modern. Beberapa perbedaan gereja mula-mula dan gereja modern, memberi gambaran kepada kita bahwa gereja sedang mengalami pergeseran nilai-nilai yang murni yang diwariskan oleh Para Rasul sesuai pesan Sang Kepala Gereja Yesus Kristus. Beberapa perbedaan dapat dirangkum sebagai berikutLokasi Gedung IbadahUkuran Besar, hubungan renggangHubungan Jauh, cenderung tidak saling kenal dan acuhAda Masalah Cari pendeta/Gembala SidangCara Hidup Individu, perseoranganPusat Kebaktian atau ibadah di gedung ibadah, dan aktif mengikuti program yang adaKehidupan Doa Pilihan pribadi, terbatasPenginjilan Penjangkauan keluar oleh orang-orang khusus, melalui program-program khususPemuridan Kelas, buku bacaan & catatan, sedikit teladan, transfer pengetahuanKepemimpinan Gembala Sidang, kepemimpinan tunggalTugas Pemimpin Memimpin program kerja, menyampaikan khotbah dengan baik, mendoakan jemaat, visitasi dllKeuangan Persembahan & Perpuluhan dari anggotaPengajaran Menekankan pengajaran atau kepercayaan khusus dari denominasi tersebut. Disampaikan oleh “orang tertentu”Gaya Pengajaran Statis, berpusat pada khotbah atau pengajaran satu arahKarunia Rohani Kurang berperan. Hanya dilakukan oleh orang tertentuHarapan Pada Anggota Setia hadir pada tiap program, memberi perpuluhan, masuk kelas pemuridan, aktif membantu “pelayanan”, membawa banyak orang ke “gereja”Perspektif Ibadah raya sebagai titik fokusKata Kunci Jadilah anggota “gereja”, datang bertumbuhlah bersama kamiMisi Mengutus utusan Injil, profesional dan sudah terlatih. Komitmen Memperluas institusi atau denominasi, keseragamanSpiritualitas Kristen cek-list, ketaatan pada agama/hukum, pemisahan antara kehidupan rohani dan sekulerGereja Mula-MulaLokasi Di rumah-rumahUkuran Kecil, hubungan akrabHubungan Dekat, transparan, saling peduliAda Masalah Saling menasehati dan membangun satu dengan yang lainCara Hidup Komunitas, kebersamaanPusat Ketaatan sebagai pelaku Firman Tuhan setiap waktu yang dimulai di rumah atau keluargaKehidupan Doa Penekanan yang kuatPenginjilan Pergi ke tetangga, saudara, teman dan masyarakat menjadi “kabar baik” dan bermultiplikasi secara alamiPemuridan “Mulut ke telinga”, teladan hidup, transfer pengetahuan dan Kepenatuaan, kepemimpinan jamakTugas Pemimpin Memperlengkapi jemaat untuk melakukan pekerjaan Tuhan bersama-samaKeuangan Membagi apa yang mereka miliki, jemaat mau saling berkorban bila ada sebuah kebutuhanPengajaran Mempelajari & mengaplikasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Setiap jemaat dapat saling belajar dan Pengajaran Kinetis, ada dialog dan tanya-jawabKarunia Rohani Dipraktekkan secara teratur oleh semua orang percaya untuk saling membangunHarapan Pada Anggota Menjadi “gereja” dimana saja, membawa “gereja” dalam masyarakat, melayani orang lain, menjadi terang dan garam di dunia, menjadi alat transformasi bagi kotanyaPerspektif Jemaat yang bertemu di rumah sebagai titik fokusKata Kunci Jadilah murid Kristus, pergi dan jadikan semua bangsa murid KristusMisi Gereja mengutus dirinya sendiri untuk bermultiplikasi, jemaat menyadari semua terlibat misi dari TuhanKomitmen Memperluas Kerajaan Allah, bergerak bersama tubuh Kristus yang ada tanpa memandang “organisasinya”.Spiritualitas Menjadi “gereja”, taat karena mengasihi Tuhan, kehidupan rohani maupun sekuler manunggal
. 251 330 279 242 74 363 109 267
perbedaan gereja perdana dan gereja masa kini